Tulisan ini kelanjutan dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul Nyetatus. Biar kayak film-film Hollywood dan program IT, maka saya kasih embel-embel part 2.0 plus titik dua dan judul baru. Biar keren hehehe..
Anyway, saya tergelitik sama komen Metha, follower sejati blog naningisme, di tulisan sebelumnya. Dia nulis komen tentang sejumlah kawan yang “menahan diri untuk update status demi menjaga image”. Sikap saya dari dulu jelas: apapun yang berlebihan itu nggak baik dan kita harus menyadari konsekuensi apa yang telah kita lakukan.
Salah satu tujuan ditemukannya internet agar manusia bisa berinteraksi lebih mudah. Proses interaksi banyak pihak makin mudah dengan ditemukannya sosial media, sebut saja Facebook yang bikin kolom status dan komen. Kita bisa tulis status dan nunggu orang lain komen (atau kalo males komen atau males notifikasi FB-nya centang-centung kalo ada orang lain ikutan komen, mereka bisa unjuk jempol tanda Like). Vice versa.
Nyetatus buat ekspresi diri (karena kita manusia yang punya perasaan, selain pikiran) itu sah-sah aja. Selama gak lebay.. Lebay bisa dari jumlah update-an (baca: seringnya nyetatus) sampai konten status. Jujur saja siapa yang gak enek kalo baca update-an dari orang yang sama bisa sampai 20 kali sehari? Dan, siapa yang gak mual-mual kalo update-an isinya pamer mulu? Entah pamer kesedihan atau kebahagiaan yang berlebih. Kata “berlebihan” pake font Tahoma, capslock, size 60, bold.
Untungnya belum ada kawan yang hobi nyetatus pamer kekayaan berlebih, misalnya “Aduh tas Hermes gw kena cat tembok yang belum belum kering. Gini nih ribetnya kalo proses renovasi rumah lama banget. Untung hubby segera maluncur pake Porche merah yang baru dibelinya, nganter gw pindah sementara ke rumah mertua di Pondok Indah. Besok kita ngungsi ke Singapore ya beib..” Ini contoh status lebay paling yahud hehehehe..
Dulu, kita nggak dibiasain mengumbar perasaan di muka umum. Bahkan, dulu orang-orang rela beli buku diary lengkap dengan kuncinya. Mhm, well, maybe I am one of them. I also bought diary with lock. Kita menulis rahasia terdalam di dalam diary itu. Segala rasa, rahasia, rencana tertuang di sana. Berharap tak ada orang yang mengetahuinya. Lain dulu, lain sekarang. Dengan nyetatus, segala rasa, rahasia, dan rencana bisa diketahui khalayak. Ini seperti kita nulis di diary tanpa kunci.
Poin menahan diri – seperti kata Metha – mungkin ada benarnya. Kita harus menahan diri untuk nyetatus karena orang lain gak perlu tahu semuanya. Kalo dikit-dikit, boleh laahh hehehe.. Sebab, pada dasarnya manusia punya sifat dasar pengen diperhatikan, dikasihani, atau dipuji. Ngaku saja, Anda juga iya kan?
Tapi, saya lebih melihat poin menahan diri ini sebagai kesadaran atas apa yang kita tulis. Kita kudu ngerti konsekuensinya. Hasil nyetatus bisa dibaca ratusan, ribuan, atau jutaan orang. Dan, yang masih sering dilupakan orang, internet adalah penyimpan jejak paling wahid. How if your dirty secret that you did (and written on your social media account) many many years ago, bakal jadi batu sandungan di masa depan. Meski udah dihapus dengan cara segala rupa, dengan kecanggihan teknologi dan keusilan para hacker atau cracker atau ahli IT, semua bisa dipanggil lagi. Hmm.. syerem yak? #efekkebanyakannontonNCIS
Kalo udah begini, mau gak mau, kita harus hati-hati dengan apa yang kita share di internet, termasuk komunikasi privat lewat e-mail. Sebab, dengan kecanggihan teknologi, apapun bisa terjadi. Ah, kalo udah gini, saya merindukan merpati pos. Eh, tapi sama aja ya, resikonya juga gede kalo itu merpati ketangkep orang lain yang niat bikin menu masakan burung dara goreng hehehe..
Tapi, gak ada gunanya juga kalo kita takut mengekspresikan apa yang jadi pikiran dan perasaan kita di dunia maya. Selama niatnya bikin orang lain bisa belajar dari kita. Dulu, Anne Frank atau Soe Hok Gie yang nulis di buku jurnal mungkin gak bakal ngira kalo tulisan-tulisannya (yang tadinya berupa curcol kelas wahid di diary) bakal dipublikasikan dan dibaca ribuan orang.
“Everyone thinks I’m showing off when I talk, ridiculous when I’m silent, insolent when I answer, cunning when I have a good idea, lazy when I’m tired, selfish when I eat one bite more than I should.” (Anne Frank, The Diary of a Young Girl)