RSS

Monthly Archives: January 2013

Sekali Lagi, Wapres

Warung Apresiasi - BulunganTulisan ini bukan mengenai Wapres Budiono atau mantan Wapres (yang kemudian jadi Presiden) BJ Habibie yang baru saja merilis kisah cintanya dalam sebuah film. Melainkan soal Warung Apresiasi, yang sering disingkat Wapres.

Wapres adalah “warung” kecil yang tetap menjadi tempat nongkrong favorit musisi Tanah Air dengan segala aliran dan pengalaman yang dibawanya. Lokasinya pas nempel di Gelanggang Remaja Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan. Selain bisa ngopi dan pesen mie bihunnya yang ternama itu, kita bisa nonton suguhan musik hidup (padanan kata untuk live music, tapi kok kedengarannya aneh ya?). Band yang manggung wajib membawakan karya orisinal mereka. Kalau ketahuan membawakan karya orang lain bakal di-bully, diseret turun dari panggung, lalu dipancung. #lebay.

Sabtu malam itu, setelah sekian belas tahun tak nongkrong di sana, saya kembali menyambangi Wapres. Sejenak saya seperti diajak kembali ke masa lalu. Kangen. Senang rasanya bisa nonton penampilan musisi lokal, yang dijamin gak bakalan muncul di acara musik pagi. Kalau beruntung, kita bisa ikutan diskusi musik di Wapres, tapi tidak malam itu.

Karena saya datang terlalu malam, sekitar pukul 23.00, kami hanya kebagian tiga penampilan terakhir sebelum jam session. Band pertama yang saya nikmati isinya anak muda dari etnis Tionghoa. Tapi, sepupu saya bilang mereka ini anak-anak Kalimantan, suku Dayak. “Jangan liat sipitnya aja, liat tu struktur tulang wajahnya,” kata dia.

Ya ya, apapun rasnya, mereka bener-bener top abis ketika membawakan lagu aliran keras bin cadas ala Led Zeppelin. Begitu mereka kelar membawakan tiga lagu, tepuk tangan segera membahana. Ternyata, penampilan singkat mereka menyisakan suara kuping yang nging-nging. Mantab masbro!

Band kedua, Meneer, adalah band lokal yang berasal dari Kwitang, Jakarta Pusat. Anak-anak kampung yang hobi nge-band. Sayang, tak ada yang bisa dibanggakan dari mereka. Saya kurang bisa menikmati karya mereka. Kualitas musiknya parah, terutama si drummer yang sering kali kedodoran. Belum lagi lirik yang bikin geleng-geleng kepala, aneh. Tapi, tak apalah. Hidup di kawasan Senen itu keras. Masih untung mereka menyalurkan pede setinggi langit di musik. Kalau mereka milih jadi preman terminal yang hobinya mengusik, mau apa?

Band ketiga, memperkenalkan diri dengan nama Watermelon, adalah versi kebalikan dari Meneer. Dari penampilan personel dan alat-alat yang dibawa mudah ditebak kalau mereka ini anak-anak gedongan. Selain mengusung double pedal untuk drum, mereka juga membawa laptop dengan logo apel krowak untuk equalizer. Kemampuan individu dalam bermusik pun di atas rata-rata. Usut punya usut, mereka sudah mengeluarkan mini album. Setelah mereka selesai manggung, beberapa orang (entah dari studio rekaman indie atau manajer kafe) berebut meminta CD demo mereka.

Setelah Watermelon manggung, sang pembawa acara menyatakan warung resmi ditutup. Tapi, ia mempersilakan musisi untuk jam session. Nah, ini sebenarnya yang saya tunggu-tunggu. Saya selalu suka jam session. Empat musisi senior – terlihat keriput di wajah. Halah! – segera mengambil alih panggung.

Memang, jam terbang tak bisa ditipu. Meski gayanya bawainnya asal-asalan, musik yang keluar nadanya indaaaahh bener. Apalagi saat si vokalis membawakan lagu Don’t Sleep Away The Night-nya Daniel Sahuleka. Beuhhh.. Bikin bulu kuduk merinding, seakan-akan om Daniel yang lagi konser di Bulungan. Sayang saya bukan (lagi) wartawan musik. Jadi susah bener menemukan kata yang pas untuk mendeskripsikan musik yang saya dengar tengah malam itu. #ngeles.

Bila sebelumnya mendengar tiga lagu dalam 15 menit sudah pengen nyuruh band-nya turun dari panggung, maka tengah malam itu, di saat jam session, tiga lagu dalam 45 menit rasanya masih kurang. Lagi.. lagi.. lagi.. Sayang, jam 01.00 pagelaran musik itu harus berakhir.

Puas rasanya bisa kembali nongkrong menikmati live music. Tak harus di kafe mewah. Justru di Wapres saya merasa lebih menikmati hidup. This is music. Ada band-band lokal dengan kemampuan di bawah rata-rata, pas di garis rata-rata, atau bila beruntung bisa menikmati band dengan kualitas musik di atas rata-rata. Apapun itu, kita harus memberikan apresiasi.

Musik di Indonesia, seperti industri lainnya, dikuasai oleh segelintir orang saja. Itu sebabnya tren musik amat bergantung pada apa yang ditawarkan major label. Sekarang lagi demam lagu menye-menye dan jejingkrakan ala KPop. Sungguh patut disayangkan, hampir semua musisi saat ini main di genre musik yang sama. Sehingga tingkat kebosanan bakal lebih cepat menjerat masyarakat. Padhal, untuk bisa menang di industri musik harus bisa mencuri perhatian masyarakat, entah itu dengan kualitas atau diferensiasi karakter yang ditawarkan musisi tersebut.

Ketika ABG jaman sekarang demam dengan musik ala KPop, saya masih bingung: enaknya di mana to? Kalau mau dilihat aksi jejingkrakannya, jelas beda jauh sama musisi KPop asli macam Suju. Apa pula itu band yang punya nama pukulan ala pertandingan bola voli. Apa pula itu band dengan nama buah yang personelnya lebih dari setengah lusin ABG perempuan.

Mau mengapresiasi mereka, yaaaa.. boleh lah, atas nama tren masa kini dan rasa percaya diri para personelnya. Tapi kalo soal kualitas vokal, lirik, dan musik, rasanya jauh banget dari vokalis (entah solo, duo, atau trio) dan band-band jadul – setidaknya musisi yang saya kenal saat muda.

Sungguh, saya ingin kembali bisa menyaksikan live performance KLa Project, Slank, Iwan Fals, atau Dewa 19. Catet, Dewa 19 yaa.. masih ada angka 19-nya, berarti masih ada Ari Lasso dan drummer ganteng macam Wong Aksan atau Tyo Nugros di dalamnya. Si Dhani Ahmad suruh diem aja tu di belakang, maen keyboard kayak dulu lagi. Gak usah kebanyakan gaya ikutan nyanyi segala…

“One good thing about music, when it hits you, you feel no pain.” (Bob Marley)

 
Leave a comment

Posted by on January 22, 2013 in Random Thought

 

Tags: , ,

Banjir, Wisata Bahari, dan Enjoy Jakarta!

turis-menikmati-banjir-2013Beruntungnya saya yang kini tak lagi harus ke kantor setiap hari. Setelah mengirimkan naskah ke klien, kemarin saya menikmati hari dengan menyesap teh nasgitel di tengah derai hujan sembari menonton televisi. Ah, nikmatnya… Dua kanal televisi berita lokal berlomba menyajikan berita teraktual: Banjir Mengepung Jakarta! Tanpa harus berbasah-basah ria, saya tahu kondisi di luar sana. Oh iya, saya juga memantau kondisi lapangan (halah, bahasane) dengan menyimak situs berita online dan situs jejaring sosial. Thanks to all journalists and citizen journalists.

Banjir besar yang terjadi sejak Rabu, 16 Januari 2013, mengingatkan saya pada banjir besar yang terjadi pada 1-10 Februari 2007 silam. Waktu itu lalu lintas lumpuh karena banjir memutus seluruh akses transportasi. Saya sempat terjebak berjam-jam di atas bus kota yang melintas danau dadakan. Sebanyak 13 sungai yang melintasi Jakarta – dari Bogor-Puncak-Cianjur, meluap. Dan, air laut pun sedang pasang.

Akibatnya, hampir tiga per empat wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman hingga 5 meter di beberapa lokasi. Pada waktu itu, 320.000 orang harus mengungsi, 80 orang tewas, dan kerugian diperkirakan mencapai Rp4,3 triliun. Menurut data, banjir 2007 lebih parah ketimbang banjir yang terjadi pada 2002 dan 1996.

Banyak orang menyatakan, banjir yang terjadi minggu ini tidak lebih parah daripada 2007. Curah hujannya tak setinggi enam tahun lalu, pun laut tak pasang. Menurut data yang dirilis Kementerian Pekerjaan Umum (PU), ketinggian air di pintu air Manggarai pada Kamis (27/1) mencapai 10.030 cm. Lebih rendah daripada kondisi 2007, yang mencapai 10.080-10.090 cm.

Kondisi banjir kali ini makin parah karena buruknya sistem drainase dan sungai-sungai yang tak pernah dikeruk oleh pemerintahan Gubernur yang lalu. Mungkin juga, bencana kali ini terlihat makin “dahsyat” karena makin maraknya citizen journalists yang meng-up date kondisi terakhir via social media atau bahkan mengirimkan video amatirnya ke stasiun televisi swasta nasional. Apa yang dulu tak sempat ter-cover berita, kini kabar dari wilayah yang paling pelosok pun kabarnya bisa didengar. Tapi, apapun itu mudah-mudahan banjir lekas surut.

Saya makin menyadari kalau orang Indonesia itu punya rasa ingin tau yang gede banget, selain nyali yang tinggi banget. Betapa tidak, kalau di negara lain warga bakal menuruti proses evakuasi bencana yang digagas pemerintah setempat, eh di Jakarta justru banyak warga yang menolak dievakuasi. Alasannya ingin menjaga harta benda. Nggak mau nyalahin juga sih, secara di berita tadi pagi ada maling TV ketangkep di lokasi bencana. Bah! Ini sih malingnya harusnya ditenggelemin di bendung Katulampa aja…

Selain gak mau dievakuasi, warga Jakarta yang punya rasa ingin tahu tinggi justru menyambangi lokasi banjir. Alasannya: pengen nonton banjir. Speechless deh. Nggak tau mau komentar apa. Dengan naik motor atau jalan kaki, mereka justru datang ke lokasi banjir. Mungkin mereka ingin membuktikan derasnya arus air bah, disamping menyaksikan perjuangan para korban banjir melawan derasnya air buthek untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Pusat evakuasi korban banjir biasanya di masjid, gedung sekolah, atau gedung pemerintahan level Kelurahan/Kecamatan. Mhm, kok belum ada warga yang mengungsi di Balai Kota atau Istana Negara ya? Hihihi..

Konyolnya, para penikmat Wisata Bahari ini masih sempat foto-foto. Seperti yang banyak dilakukan beberapa orang iseng tadi malam di tengah banjir di sekitar Bundaran HI yang sedikit surut. Koplak! Tapi, tak ada yang menikmati sensasi Wisata Bahari seperti turis asal Jerman bernama Tim Lehman. Kemarin sore herr Lehman tidur-tiduran di atas pelampung di atas air banjir yang menggenangi jalan MH Tamrin.

Well, enjoy Jakarta!

 
Leave a comment

Posted by on January 18, 2013 in Random Thought

 

Tags: , ,

Jakarta Jadi Lautan, Akses ke Pusat Kota Lumpuh

banjir-2013-menggenang-bundaran-HIBanjir memutus sejumlah ruas jalan utama dan rel kereta api Ibu Kota.

Banjir besar melumpuhkan jantung Ibu Kota, Kamis, 17 Januari 2013. Hujan yang mengguyur sejak Senin malam lalu ‘menerjang’ ring-1 Istana. Kantor presiden terendam air. Ketinggian air di sekitar Monumen Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, mencapai 40-50 sentimeter. Hanya jalur busway yang bisa dilewati.

Berdasarkan pantauan kamera CCTV Traffic Management Center Polda Metro Jaya, ketinggian air nyaris merata di sekitar Monas. Di Kebon Sirih, Sarinah, menuju Semanggi, ketinggian air juga rata mencapai 40-50 sentimeter. Genangan air membuat arus lalu lintas di sekitar Tugu Tani menuju Monas macet total.

Banjir nyaris membuat kunjungan kenegaraan Presiden Republik Argentina, Cristina Fernandez de Kirchner, ditunda. Rombongan kenegaraan Argentina terpaksa mencari jalur aman menuju kompleks Istana Negara. Cristina tiba di Istana Merdeka pada pukul 11.45 WIB. Sebelumnya, pertemuan ini dijadwalkan pada pukul 10.30 WIB.

Kompleks Balai Kota DKI Jakarta tak luput dari banjir. Petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran Pemprov DKI Jakarta menyedot air dan menggerakkan beberapa pompa air untuk membuang air ke luar dari area kantor.

Banjir juga melumpuhkan aktivitas di Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejak pagi, gedung KPK, kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan dikepung banjir. Air menggenangi ruang tahanan dan area parkir yang berada di lantai basement gedung. Semua pengunjung dan pegawai KPK memarkir kendaraan roda empat dan dua persis di depan lobi KPK yang memang lebih tinggi. Listrik dimatikan karena genset di belakang kantor terendam banjir.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menyampaikan permohonan maaf karena aktivitas pemeriksaan dan pelayanan masyarakat di KPK tidak optimal. “Listrik padam sehingga seluruh perangkat kerja tidak bisa digunakan,” kata Bambang di gedung KPK. Padamnya listrik mengakibatkan seluruh sistem di KPK ikut lumpuh. Di antaranya whistleblowing system dan surveilance system.

Pemeriksaan saksi dan tersangka untuk hari ini, kata Bambang, juga ditiadakan. KPK juga mengevakuasi tahanan di rutan basement gedung KPK ke bagian atas gedung. Sejumlah tahanan perempuan dipindahkan, termasuk Miranda S. Goeltom, Neneng Sri Wahyuni, Hartati Murdaya, dan Ratna Dewi Umar.

Seluruh sidang di Mahkamah Konstitusi ikut ditunda dan dijadwalkan ulang karena gedung 15 lantai tersebut tergenang banjir dan listrik padam. Seharusnya MK menggelar empat sidang yakni berkaitan dengan Undang-undang Pemilu, Pemilukada Memberamo, Pemilukada Purwakarta, dan UU KUHAP.

Untuk keamanan, Perusahaan Listrik Negara memadamkan aliran listrik di sebagian wilayah Jakarta. Hingga siang sudah sekitar 866 gardu dipadamkan di wilayah Jakarta dan Tangerang, dengan sebaran di area Menteng, Cempaka Putih, Tanjung Priok, Marunda, Pondok Kopi, Bandengan, Teluk Naga, Cikupa, Cengkareng, Kebon Jeruk, dan Bulungan.

Jakarta bagaikan sungai

Banjir membuat hampir seluruh ruas jalan di kota metropolitan ini berubah wujud menjadi “sungai”. Banjir telah merambah ke pusat kota. Traffic Management Centre Polda Metro Jaya, Briptu Seno, mengatakan genangan merata di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin-Medan Merdeka Barat hingga sekitar Istana. Genangan terparah berada di seputaran Bundaran Hotel Indonesia.

Para pemotor memilih untuk memarkirkan kendaraan di pinggir jalan karena sudah tidak mungkin lagi menerabas genangan. Dari lima jalur yang ada di sepanjang Jalan Sudirman semuanya disesaki oleh kendaraan yang tertahan oleh kemacetan. Bahkan bus Trans Jakarta pun tidak bisa bergerak mengantarkan penumpang.

Banjir di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, sejak Senin kemarin tampaknya mencapai puncaknya pada Kamis pagi. Pada pukul 07.30 WIB, ketinggian air di depan kantor Samsat Jakarta Barat mencapai 1,5 meter. Banjir di depan Kantor Samsat sudah meluas hingga ke kawasan perumahan Cengkareng Indah. Akibat banjir, Bus TransJakarta Koridor III Kalideres-Harmoni tidak beroperasi karena Jalan Daan Mogot tidak bisa dilalui kendaraan berukuran besar sekalipun.

Banjir juga merendam kawasan kantor stasiun televisi Indosiar hingga ke depan kantor Etos dengan ketinggian air mencapai satu meter. Sejumlah kantor di kawasan ini terpaksa diliburkan karena air sudah masuk hingga sepinggang orang dewasa. Selain karena hujan sejak dinihari, banjir di kawasan Daan Mogot juga disebabkan meluapnya Sungai Cisadane.

Genangan di sejumlah kawasan Jakarta Timur terus naik. Kemacetan akibat jalan direndam banjir juga meluas. Dari pantauan VIVAnews, di kawasan Jalan DI Panjaitan depan Kodam Jaya arah Cawang ada genangan air setinggi 70 sentimeter dan dipastikan sudah tidak dapat dilintasi kendaraan.

Sementara itu, di Jalan Otto Iskandardinata, Kampung Melayu menuju Cawang, direndam banjir dengan ketinggian air mencapai dada orang dewasa. Meski tidak ada petugas, warga yang berada di wilayah itu dengan sukarela memperingatkan pengendara, terlebih sepeda motor yang akan melintas untuk mencari jalan alternatif lain. Warga memblokir jalan, karena jalan sudah tidak dapat dilalui.

Dari arah Kampung Melayu hingga perempatan Matraman dan sebaliknya, juga digenangi air setinggi hampir satu meter. Banyak sepeda motor mogok karena pengendaranya memaksakan diri untuk melintas.

Di Jakarta Timur, air bah juga merendam area di depan Mal Kelapa Gading dan memacetkan arus lalu lintas. Kondisi yang sama juga terlihat di kawasan ITC Cempaka Mas yang menuju Pulogadung. Genangan banjir dengan ketinggian hampir satu meter juga menenggelamkan Jalan Kayu Putih ke arah Kelapa Gading sehingga tidak bisa dilintasi kendaraan.

Di kawasan Jakarta Selatan, banjir sudah menggenangi kawasan Rasuna Said sejak pagi. Banjir dengan ketinggian 80-100 cm terlihat di dekat Setiabudi Building. Kawasan Semanggi arah Pancoran kemacetan parah terjadi karena imbas genangan air di depan Depnaker setinggi 40 cm. Banjir juga menutup jalur lambat di depan kampus Atmajaya di Jalan Sudirman dan sementara ini sudah tidak bisa dilintasi kendaraan.

Jalur alternatif ikut terendam. Salah satunya, Jalan Bendungan Hilir yang menghubungkan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.Banjir di sepanjang Jalan Bendungan Hilir hingga satu paha orang dewasa, akibatnya pasar Bendungan Hilir yang berada di lantai bawah lumpuh total. Pedagang di lantai dua pun tidak bisa bertransaksi, mereka hanya berkerumun melihat semakin meningginya banjir.

Tidak hanya itu, tanggul kali Ciliwung persis di bawah Flyover Sudirman, Jakarta Pusat jebol. Air dari Ciliwung dengan cepat memasuki jalan Latuharhary dan pemukiman warga. Rel kereta api antara Sudirman – Manggarai Km 3+200 menggantung. Arus air mengalir sangat deras sekali menuju Jalan Latuharhary. Jalan itu pun sekejap menjadi sungai dengan arus yang sangat deras. Ketinggian air belum bisa diperkirakan, karena tidak ada satupun orang yang berani melintas di tengah arus yang deras itu.

Akibatnya, beberapa perjalanan Kereta Rel Listrik, terganggu. Sebab, Stasiun Sudirman kebanjiran. Antrean panjang penumpang KRL terjadi dari Stasiun Depok hingga Manggarai. Akhirnya, semua kereta tujuan Sudirman – Tanah Abang hanya berhenti sampai Manggarai. Jadwal KRL di Stasiun Pasar Minggu kacau karena beberapa KRL terpaksa dihentikan di Pasar Minggu. KRL yang seharusnya sampai Jakarta Kota dihentikan perjalanannya di Pasar Minggu. Ratusan penumpang pun kebingungan dan terdampar di stasiun.

Guna mengatasi luapan air akibat jebolnya tanggul di Latuharhary, personel Kodam dan Kopassus mengganjalnya dengan karung-karung yang diisi dengan pasir. Kondisi parah ini membuat Jokowi turun ke lapangan. Mantan wali kota Solo itu berkeliling menggunakan gerobak untuk memantau banjir.

Tak ketinggalan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, turut memantau banjir. SBY mengunjungi lokasi banjir di kawasan Rawa Jati, Kalibata, Jakarta Selatan. SBY yang mengenakan safari warna biru tua itu bahkan terjun langsung ke lokasi banjir. Celananya digulung sampai lutut. Di tengah hujan deras, SBY berkeliling menggunakan perahu kareta. Dia ditemani Menkokesra Agung Laksono, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, dan Mensos Salim Segaf.

Darurat Siaga I

Menteri Koordinator Kesejahteraan, Agung Laksono, menyatakan Jakarta Darurat Siaga I karena situasi Ibu Kota yang telah terkepung banjir. Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menetapkan tanggap darurat bencana banjir sudah dimulai sejak hari ini sampai tanggal 27 Januari. Dengan menetapkan situasi tanggap darurat aparat terkait dan masyarakat harus tetap waspada menghadapi curah hujan tinggi. Menurut Agung Laksono, hujan deras dengan intensitas tinggi seperti ini masih akan terus terjadi dalam beberapa hari ke depan. “Ini terjadi akibat konvergensi di awan, jadi tidak berlangsung cepat,” kata Agung.

Dengan darurat bencana ini, seluruh potensi sumber daya nasional dikerahkan untuk membantu penanganan bencana banjir Jakarta. Banjir menggenangi 500 RT, 203 RW yang berada di 44 kelurahan yang tersebar di 25 kecamatan Jakarta. Jumlah penduduk yang terendam 25.276 kepala keluarga atau 94.624. Pengungsi mencapai 15.447 jiwa. Dan dari data sementara tercatat lima orang warga meninggal sejak Selasa, 15 Januari. Hingga kini, pendataan masih dilakukan.

Korban meninggal adalah, Angga (13) warga Tanjung Duren Utara, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Ia meninggal karena terhanyut ke sungai Sekretaris. Korban kedua Mak Inah (82), warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, meninggal karena sudah usia lanjut. Korban ketiga adalah Mujiyo (46), warga Kedaung Kaliangke, Kec Cengkareng Jakarta Barat, meninggal karena tersengat listrik.

Korban keempat adalah Muhamad Haikal (2), warga Kedaung Kaliangke, Kec Cengkareng, Jakarta Barat, meninggal karena jatuh dari tempat tidur di rumahnya yang sedang banjir. Korban kelima adalah Solahuddin (35), warga Kalibata Pulo, Pancoran, Jakarta Selatan. Korban meninggal karena kesetrum listrik.

“Hingga pukul 15.00 Wib, tinggi muka air sungai Ciliwung di Manggarai sudah turun hingga 930 centimeter atau Siaga II,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho. Sampai malam hujan terus mengguyur. Dan banjir masih menggenangi beberapa wilayah di Jakarta.

(as published on viva.co.id, Kamis, 17 Januari 2013 pukul 22.46)

 

 
Leave a comment

Posted by on January 18, 2013 in Dunia Dalam Berita

 

Tags:

Sebetis, Sedengkul, Sepaha

Evakuasi korban banjir JakartaOrang Indonesia memang cerdas dan kreatif. Bahkan, cenderung suka break the rule. Bila di negara lain ketinggian air banjir diukur dengan centimeter atau meter, orang kita punya ukuran sendiri. Tak percaya? Coba saja simak para penyiar yang rajin memperkenalkan satuan ukuran terbaru. Banjir terendah akan ditandai dengan kata semata kaki. Lebih tinggi dari semata kaki adalah sebetis. Berikutnya berturut-turut sedengkul (atau selutut), sepaha, sepinggang, sedada, dan seleher. Adapun ukuran banjir paling tinggi adalah seatap rumah.

Untuk ukuran yang berkaitan dengan bagian tubuh (sebetis, sedengkul, sepaha, dan sebagainya) biasanya akan diikuti embel-embel “orang dewasa”. Hal ini untuk menghindari kebingungan, sedengkul orang dewasa atau sedengkul anak kecil ya? Pasti bakalan beda ketinggian airnya. Sedengkul orang dewasa bisa jadi setara dengan sedada anak kecil.

Bagi penikmat blog naningisme yang kebetulan kurang paham dengan ukuran ketinggian banjir paling mutakhir versi penyiar berita televisi, berikut padanan ukurannya:

Semata kaki = sekitar 5-10 cm
Sebetis = sekitar 15-20 cm
Sedengkul (selutut) = sekitar 40-50 cm
Sepaha = sekitar 60-70 cm
Sepinggang = sekitar 80-90 cm
Sedada = sekitar 100-120 cm
Seleher = sekitar 140-150 cm
Seatap rumah = sekitar 3-4 meter

Ukuran tersebut memang tidak akurat. Tapi, bagi orang Indonesia mungkin lebih mudah membayangkan ketinggian air yang Sebetis daripada harus mengkira-kira 20 cm itu setinggi apa. Oya, ukuran sebetis sering juga dipadankan separo ban mobil. Kreatif bukan? Harus diakui kemampuan analogi matematis para penyiar televisi (dan penonton televisi) di negeri ini jauuuhhh di atas rata-rata.

Baidewei, kok saya jadi teringat satuan ukuran yang dipakai di jaman Majapahit ya? Sedepa, sehasta, selemparan batu…

 
2 Comments

Posted by on January 17, 2013 in Random Thought

 

Tags:

Berita Kepada Kawan

Saya suka lagu-lagu Ebiet G. Ade. Liriknya yang sederhana memiliki makna yang mendalam. Selain itu, lagu-lagu Ebiet selalu mengingatkan pada ayah saya. Di masa mudanya, ayah saya merupakan fans berat Ebiet. Ia mengoleksi puluhan album, yang masih berbentuk kaset, dan tiada bosan memutar di tape jadul milik keluarga kami. Mungkin, gara-gara itu saya jadi kebawa suka.

Ebiet G. Ade merupakan penyanyi yang jarang muncul di televisi, apalagi di acara musik pagi yang isinya para ababil itu. Meski demikian banyak orang mengenal karya-karyanya. Entah mengapa, lagu Berita Kepada Kawan milik om Ebiet selalu diputar saat saat Indonesia tertimpa bencana alam. Mungkin, para editor televisi swasta itu merasa lirik lagu Berita Kepada Kawan cukup tepat untuk mewakili kondisi terburuk yang menimpa umat manusia.

Berikut lirik lagu Berita Kepada Kawan:

Perjalanan ini
Terasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk
Disampingku kawan

Banyak cerita
Yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan

Tubuhku terguncang
Dihempas batu jalanan
Hati tergetar menatap
kering rerumputan

Perjalanan ini pun
Seperti jadi saksi
Gembala kecil
Menangis sedih …

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya tlah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut
Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak
Kepada matahari

Tetapi semua diam
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langit

Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang

Penyanyi yang memiliki nama asli Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far ini menciptakan lirik lagu Berita Kepada Kawan pada Juni 1978, sesaat setelah bencana gas beracun melanda Dataran Tinggi Dieng. Sejak saat itu, lagu Berita Kepada Kawan sering dijadikan OST berita bencana alam, termasuk bencana banjir besar yang melanda Ibukota beberapa hari ini.

Namun, yang menjadi ganjalan, banjir yang membuat jutaan warganya tak lagi punya tempat tinggal ini tidak semata terjadi karena alam yang mengamuk. Tapi juga ada faktor kelalaian manusia. Di pintu air Manggarai, misalnya, ada kasur dan sofa yang mengambang di sungai! Segitunya ya manusia Jakarta.. Sungai sudah menjadi bak sampah raksasa. Apa aja bisa dibuang di sungai.

Selain itu, pemerintah DKI Jakarta – di kepemimpinan Gubernur sebelum Jokowi, lebih tepatnya– sepertinya tidak pernah mengurusi drainase kota, apalagi mengeruk sungai-sungai yang di tepiannya sudah didiami jutaan warga. Lahan-lahan terbuka yang seharusnya menjadi tempat resapan air justru dibangun pusat-pusat perbelanjaan atau perumahan.

Dengan diputarnya lagu tersebut, seakan-akan kita mengatakan bahwa bencana terjadi karena faktor alam yang beringas. Faktor Tuhan yang sedang murka. Bukankah ada faktor manusia yang lalai dalam bencana banjir yang melanda Ibukota hari ini? Ya, curah hujan memang tinggi, badai memang terjadi, tapi air tidak sekonyong-konyong menerobos dan menggenangi Jakarta jika sungai dan saluran air tidak tersumbat.

Mungkin, kita harus bertanya pada rumput yang bergoyang untuk mendapatkan jawaban kapan banjir akan berhenti mendekap Jakarta…

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Random Thought

 

Tags: , , ,

Nonton 5 cm Sebelum Filmnya Mulur…

Image“Iki film opo toh?” Begitu batin saya setiap kali naik taksi. Jangan heran dulu. Sebab, poster film 5 cm dipasang di dalam taksi, tepatnya di depan kursi penumpang. Mau gak mau mata penumpang bakal mantengin poster film itu sepanjang perjalanan. Kalo kejebak macet berjam-jam ya nikmatilah poster itu berjam-jam lamanya.

“Poster yang aneh..” Lagi-lagi saya merutuki gambar poster. Gimana enggak, gambar posternya cuma enam remaja tanggung lagi naik gunung. Mau nyaingin film dokumenter National Geographic gituh? Tapi kok pemainnya standar FTV, Herjunot Ali? Fedi Nuril bolehlah diliat, ganteng. Lha Saykoji? Langsung kebayang goyangan gejenya di video klip dan iklan provider selular yang dibintanginya. Makin ilfil pas baca tulisan “Ram Soraya mempersembahkan.. dari produser Sunil Soraya…” Waduh!

Tapi, pas baca baca berita yang mengabarkan kalau film itu udah ditonton sejuta orang.. mhm, well, let’s try to see the movie. Tanpa ekspektasi setinggi Gunung Mahameru, saya pun nonton film itu. Mari kita lihat film yang disutradarai Rizal Mantovani. Satu-satunya nama, yang menurut saya, bisa jadi penjamin mutu.

Ternyata, filmnya lumayan keren. Entertaining movie. Dialognya mengalir dan ringan. Paling suka kalau si Juple yang sok puitis itu lagi ngomong. Gombalisasi banget. Sinematografinya bagus (ya iyya lah, sutradarane sopo). Sejenak lupakan hal-hal teknis pendakian yang kadang kurang bisa dinalar. Namanya juga film.

Disamping gambar yang layak dikasih jempol, quotation di film itu juga layak dikasih jempol. Contohnya, “Mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kau kejar, biarkan ia menggantung, mengambang 5 cm di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan lepas dari mata kamu.” Oh, jadi ini toh alasan Donny Dhirgantoro ngasih judul bukunya (yang kemudian difilmkan) 5 cm.

Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalau kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak akan menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh. Bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat.

Biarkan keyakinan kamu 5 cm mengambang di depan kening kamu. Dan, sehabis itu, yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa… Damn, that’s such a good quote!

Dan ketika enam tokoh sentral dalam film itu berhasil sampai di puncak Mahameru tepat pada 17 Agustus, mengibarkan bendera merah putih, berdiri takzim di depan sang saka dengan belasan pendaki lainnya, serta lagu Tanah Air berkumandang, scene itu berhasil bikin saya merinding.

Harus diakui, film itu bikin saya makin cinta Tanah Air. Sebodo teuing kalo orang bilang saya penonton naif yang mudah dicuci otak gara-gara sebuah film. Hey, kita tinggal di atas tanahnya, minum airnya, masa kita gak cinta Indonesia? Kalimat yang diucapkan sangat enteng di film itu berhasil membuat saya mengangguk setuju, “Ho-oh!”

 
Leave a comment

Posted by on January 10, 2013 in Random Thought

 

Tags: , , ,

Sekosong Hati

workingHidup itu pilihan. Pekerjaan juga pilihan. Ada orang yang memilih bekerja di perusahaan besar dan berharap mendapatkan penghasilan besar. Tapi ada juga orang yang memilih bekerja di sektor informal, seperti pekerja seni atau mungkin menjadi pelayan masyarakat (bukan PNS ya, tapi bener-bener serving people seperti Mother Theresa itu tuuhh..). Pilihan kedua tentu saja yang diharapkan bukan sekadar gaji besar. Tapi lebih ke kepuasan batin yang besar atau mungkin pahala yang lebih besar dari The Great Director.

Tiap pekerjaan selalu ada perjuangan untuk mencapai kesuksesan. Ada darah dan air mata. Entah itu bekerja di kantor, di jalanan, di pabrik, di pasar, di tengah laut, di tengah hutan, atau di rumah. Semua sama. Bedanya cuma urusan hati. Passion. Apakah kita happy melakukan pekerjaan itu, atau sebaliknya. Tak bisa dimungkiri, sebagai manusia normal, tentu ada keinginan untuk mendapatkan uang besar dari pekerjaan yang kita lakukan. Tapi, ada ‘manusia abnormal’ yang tak mementingkan uang, melainkan kepuasan batin. Jadi kalau ada orang yang berhasil mendapatkan keduanya dari pekerjaan yang dilakukannya, berbahagialah!

Urusan sepenuh hati atau sekosong hati dalam melakukan tiap pekerjaan itulah yang menjadi pembeda besar saat kita menjalani pekerjaan tersebut.

 

“Rather than just making money, contributing to and changing the world is a lot more fun.” (Muhammad Yunus)

 
Leave a comment

Posted by on January 9, 2013 in Random Thought

 

Tags: ,

Image

The Journalists

The Journalists

“In journalism, there has always been a tension between getting it first and getting it right” (Ellen Goodman)

 
Leave a comment

Posted by on January 9, 2013 in Uncategorized