RSS

Category Archives: Bicara Bahasa

Bundel tulisan mengenai bahasa dan sastra Indonesia.

Xin Nian Kuai Le!

xin nian kuai le

Yak, besok Imlek. Orang-orang pada ngomong “Gong xi fa cai” (baca: kung si fa cai) padahal kalo memang niatnya hendak menyebut “Selamat tahun baru” dalam Bahasa Mandarin harusnya bilang “Xin nian kuai le”.

Gak tau juga kenapa gong xi fa cai bisa diartikan sebagai “Selamat Tahun Baru.” Mungkin ini seperti gejala bahasa “Minal aidin wal faidzin” yang sering diidentikkan dengan frasa”Mohon maaf lahir dan batin.” Padahal arti sesungguhnya dari frasa itu adalah “Semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang kembali (kepada kesucian) dan orang-orang yang menang (dari melawan hawa nafsu).”

Ini kalo kita liat terjemahannya kata per kata:
xin = baru
nian = tahun
kuai = cepat
le = tertawa
kuai le = bahagia

gong = hormat
xi = bahagia
fa = mengirimkan, menyampaikan
cai = kekayaan, hoki
gong xi = selamat
fa cai = keberuntungan

.

Ucapan selamat tahun baru Imlek biasanya juga dilanjutkan dengan beberapa kalimat berisi harapan baik, seperti xen ti jian kang (tubuh yang sehat), wan shi ru yi (segala persoalan bisa dilalui dengan lancar), shen yi xing rong (bisnis semakin maju), xin xiang shi zhen (terjadilah apa yang dipikirkan).

Tapi, yang kalimat paling penting adalah hong bao na lai yang artinya “Mana angpao-nya?” hehehehe… Xin nian kuai le, everyone! Selamat Tahun Baru Imlek, bagi yang merayakan. Selamat menikmati hari libur, bagi yang tidak merayakan Imlek. Semoga semua makhluk berbahagia.

.

“To know what you know and what you don’t know, that is true knowledge.” (Confucius)

 
Leave a comment

Posted by on February 18, 2015 in Bicara Bahasa

 

Tags: , ,

Video

Da Vicky Code

Sebenernya, secara nggak sengaja saya nonton acara press conference pertunangan Zaskia Gotik (Goyang Itik, bukan Gothic yang aliran seni bangunan itu..) dan Vicky Prasetyo (yang belakangan baru diketahui kalo itu juga nama alias dari Hendaryanto) di acara gosip Cek & Ricek di RCTI. Waktu itu, saya udah mulai curiga dengan bahasa-bahasa aneh yang dari si tokoh pria ini.

Oleh karena nontonnya hanya sepintas lalu, saya pikir cuma kuping saya yang error atau otak saya yang lagi hang. Tapi, begitu video editannya muncul di Youtube, saya baru ketawa ngakak. Ooohh.. ini toh yang kapan hari itu. Ternyata emang bahasanya yang kacau, bukan saya yang kurang intelek hehehe..

Berikut quotation dari si mas Vicky:
“Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi, karena basically aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih ya.”

“Kita belajar, apa ya, harmonisisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Aku pikir kita enggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan.”

“Dengan adanya hubungan ini, bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga dia, tapi menjadi confident. Tapi, kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik dan aku sangat bangga…”

*hening sejenak* *berpikir keras*

Apakah Anda merasakan apa yang saya rasakan? Kalimat-kalimat yang diucapkan mas Vicky memang setinggi langit. Sungguh sulit untuk dipahami. Rumit. Ini adalah Da Vicky Code yang harus segera dipecahkan!

BIsa ditebak, di tengah masyarakat Indonesia yang gampang banget terpengaruh ini kata-kata mas Vicky ini lantas jadi booming. Diikutin. Maka, timbullah aliran Vickynisme atau Vickynisasi. Kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, kudeta, statusisasi bla bla bla..

Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), Sugiyono, seperti dikutip Republika, wabah bahasa Vickinisasi ini termasuk penyakit bahasa. Dalam ilmu linguistik disebut intervensi. Orang menggunakan menggunakan bahasa Indonesia dicampur asing walau tidak pas.

Menurut Sugiyono, apa yang terjadi pada fenomena ‘Vickinisasi’ sebanarnya lebih pada penyakit gejala sosial daripada gejala linguistik. Ia menciptakan istilah bahasa-bahasa baru, agar dipandang pintar oleh masyarakat yang lain.

Si Vicky ini seolah menjadi gambaran orang-orang jaman sekarang (termasuk para pejabat negeri ini, yang tak akan saya sebut nama daripada ntar kena UU ITE hehe..). Biar keliatan keren dan pinter mereka pake basa Indonesia gado-gado. Dan, sialnya (atau hebatnya) istilah-istilah kacau ala Vicky ini secara sadar maupun tidak sadar diikuti oleh masyarakat. Termasuk saya, atau mungkin juga Anda. Mungkin ini sebuah konspirasi kemakmuran agar tak terjadi labil hati.

Ah, saya jadi inget pengalaman pengen nampol orang-orang yang ngomong ciyus miapah akhir tahun lalu. Percayalah, gejala (atau kata si bapak ini penyakit) bahasa Vickinisasi ini gak bakal bertahan lama.

 
Leave a comment

Posted by on September 14, 2013 in Bicara Bahasa

 

Tags: , ,

Image

Guo Singitan

Guo Singitan

Wes ta lah rek.. Ojo keseringan check in. Mentang-mentang duwe social media trus wong sakdunyo kudu ngerti koen ono nang ndi ae?

 
Leave a comment

Posted by on September 7, 2013 in Bicara Bahasa

 

Tags: , ,

Kisah Alayers di Alam Kubur

Image

 
Leave a comment

Posted by on November 13, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags:

Hujan dalam Komposisi

Hujan dalam Komposisi, 1

“Apakah yang kautangkap dalam suara hujan,
Dari daun-daun bugenvil basah yang teratur
Mengetuk jendela? Apakah yang kau tangkap
Dari bau tanah, dari ricik air
Yang turun di selokan?”

Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah
Dan hujan, membayangkan rahasia daun basah
Serta ketakutan yang berulang

“Tidak ada. Kecuali bayang-bayangmu sendiri
Yang di balik pintu memimpikan ketukan itu,
Memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan
Bisik yang membersit dari titik air
Menggelincir dari daun dekat jendela itu
Atau memimpikan semacam suku kata
Yang akan mengantarmu tidur.”

Barangkali sudah terlalu sering ia
Mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya

Hujan dalam Komposisi, 2

Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula
ia di udara tinggi, ringan, dan bebas; lalu
mengkristal dalam dingin; kemudian melayang
jatuh ketika tercium bau bumi; dan menimpa
pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun,
melenting di atas genting, tumpah di pekarangan
rumah dan kembali ke bumi

Apakah yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di
jalan yang panjang, menyusurnya dan tergelincir
masuk selokan kecil, mericik suaranya
menyusur selokan, terus mericik sejak sore,
mericik juga di malam gelap ini, bercakap
tentang lautan

Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di
lautan. Selamat tidur.

Hujan dalam Komposisi, 3

dan tik tok jam itu kita indera kembali akhirnya :
terpisah dari hujan

(Sapardi Djoko Damono, dalam Hujan Bulan Juni. 1994)

 
Leave a comment

Posted by on November 7, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , ,

Kuhentikan Hujan

Kuhentikan hujan. Kini matahari
merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan –
ada yang berdenyut
dalam diriku:
menembus tanah basah
dendam yang dihamilkan hujan
dan cahaya matahari.

Tak bisa kutolak matahari
memaksaku menciptakan bunga-bunga.

(Sapardi Djoko Damono, dalam Hujan Bulan Juni. 1994)

 
Leave a comment

Posted by on November 7, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , ,

Sejarah Bahasa Gaul: Antara Menyiasati Polisi dan Pulsa

Dulu, pas saya masih SD, saya bela-belain bolos ketika SCTV mengudara untuk pertama kalinya. Rasanya bangga banget bisa nonton tipi yang ada iklannya (dilarang bilang “Wow!”). Tayangannya gak sekadar acara lomba pukul kentongan ala Klompencapir, nonton orang gebuk-gebukan di acara Dari Gelanggang ke Gelanggang, Laporan Khusus yang sesuai petunjuk bapak Presiden, atau nonton Unyil, siswa SD yang terlalu budiman.

Di tipi beriklan itu banyak serial komedi dengan bahasa “modern”. Bagaimana tidak? Satu dasawarsa pertama dalam hidup, saya habiskan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang cukup baik dan benar plus bahasa Jawa dengan beragam dialek, menjadi terbuka matanya bahwa ada bahasa gaul di luar sana. Jujur, sebagai orang daerah, saya sempat terpukau ketika tante Debby Sahertian ngomong lu lu gue gue dengan tambahan deh.

Bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta di era 1980an, menggantikan bahasa prokem yang digunakan di era sebelumnya. Bahasa gaul adalah dialek nonformal yang berupa slang yang digunakan kalangan tertentu, bersifat sementara (alhamdulillah, kuping udah iritasi tiap denger ciyus miapah), dan hanya merupakan variasi bahasa. Penggunaannya meliputi kosakata, ungkapan, singkatan, intonasi, pelafalan, pola, konteks, dan distribusi.

Kalau menurut ilmu linguistik, sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi. Kosakata bahasa gaul diambil dari kosakata yang hidup di lingkungan kelompok remaja (let’s say ABG) tertentu. Pembentukan kata dan maknanya amat beragam dan tergantung kreativitas pemakainya.

Dalam perkembangannya, bahasa gaul bisa dikenali per dasawarsa. Hanya saja, belakangan ini bahasa gaul perkembangannya lebih cepat, bisa dalam hitungan bulan. Lihat saja bagaimana aliran cadelisme ala ciyus miapah sukses menggantikan 64Ha5a 4L4y dengan angka dan huruf kapital-kecil tak beraturan. Bisa jadi ini menandakan anak jaman sekarang lebih kreatif. #eh. Satu hal yang pasti bahasa gaul tercipta karena ABG (di tiap masa) ingin menyatakan diri sebagai anggota masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat lainnya. Ingin tampil beda dengan bahasa beda dengan generasi lebih tua.

Bagi penikmat blog naningisme yang tak punya waktu untuk memperhatikan perkembangan bahasa, yuk mari kita petakan perkembangan bahasa gaul dari masa ke masa. *iseng banget gak sih?*

Era 1970an.
Zaman bahasa Prokem.

Berdasarkan sejarahnya, bahasa ini adalah bahasa sandi yang digunakan oleh anak jalanan atau para preman untuk menghindari kejaran aparat kepolisian. Pembentukan kata “prokem” pun ada rumusnya, yakni kata “preman” dengan sisipan OK dan dua fonem dihilangkan. Gak percaya, neeh rumusnye: pr + OK + em – an = prokem. Mantep kan? Bagi yang pernah mengalami masa ini saya ingin menyampaikan, “Sadarlah, wahai sahabat, kalian udah tua. Udah gak jamannya lagi kalian bikin masalah atau lama-lama berkeliaran di jalanan. Ntar masuk angin” hehehehehe.. #sikap

Era 1980an
Masa Keemasan mas Boy dan Sepatu Roda (dilarang protes judul!)

Kalau dilihat dari sejarah pembentukannya, bahasa gaul di masa ini banyak dipengaruhi oleh film layar lebar macam Catatan Si Boy, Warkop DKI, atau novel Lupus, serta Olga dan Sepatu Roda. ABG di masa itu bisa dibilang kreatif menciptakan bahasa-bahasa ajaib yang wangsitnya seakan-akan turun dari langit, meski beberapa masih terinfeksi rumus +OK peninggalan jaman prokem. Lihat saja daftarnya:

ajojing = dansa
bokin = bini, pacar
bokis = bohong
bo’il = mobil
bokap = bapak
doku = duit
doi, doski = dia
gokil = gila
nyimeng = mengganja
nyokap = ibu
pembokat = pembantu
roke = miskin

Bagi mereka yang pernah hidup dan menikmati bahasa gaul di era ini, saya ingin berpesan, “Kalian dulu udah pernah nyiptain bahasa ajaib. Jadi jangan protes ama ABG jaman sekarang yang juga ajaib! Kalian dulu gak nyadar apa emak-bapak kalian pada pusing dengerin kalian ngobrol ama kawan-kawan lu pada?”

Era 1990an
Terlena masa lalu.

Entah mengapa tak ada bahasa gaul yang menonjol di era 1990an ini. Mungkin karena ABG-nya pada berbudi luhur semua kali ya? #pencitraan. Beberapa masih menggunakan bahasa gaul yang digunakan di era sebelumnya. Kalau pun ada hanya sekedar tambahan sepotong kata yang ditempelkan di belakang kalimat, seperti dong, deh, nih ye, lah yauw, dan sebagainya. Bagi mereka yang mengalami masa ABG di era ini saya ingin mengatakan, “Selamat, kita seumuran hehehehe…”

Era 2000an
Saatnya Ngondek.

Di era ini bahasa gaul banyak dipengaruhi kosakata pegawai salon yang sebenarnya pria tapi keperempuan-perempuanan. Beberapa kosakata diambil dari bahasa daerah, tak hanya Betawi, tapi juga Jawa dan Sunda. Mungkin ini saatnya mereka yang minoritas menguasai mayoritas. Sampai sekarang beberapa kosakata masih dipakai. Beberapa kata di antaranya:

akika = aku
brondong = laki-laki muda tampan
brownies = brondong manis
garing = mencoba melucu tapi tak lucu (dari bahasa Jawa, Sunda)
jayus = gak lucu
jomblo = lajang/tidak punya kekasih (dari bahasa Sunda)
jutek = jarang senyum, judes
lebay = belebihan
lekong = laki
meneketehe = mana kutahu
rempong = rumpi, repot
segede gaban = gede banget
segambreng = banyak banget
sutralah = sudahlah

Era 2010an
Gaul Beud

Kalau di era-era sebelumnya, perubahan bahasa gaul bisa terjadi tiap lima sepuluh tahun sekali, di era ini perubahan bisa terjadi dalam hitungan bulan. Cepet beud (beud = banget). Perubahan yang sungguh cepat ini banyak dipengaruhi faktor teknologi. Di awal periode 2010 bahasa gaul tercipta demi menghemat pulsa SMS. Walhasil kata “aku” bisa hanya menjadi “q” atau “t4” untuk menggantikan “tempat”.

Kemudian ketika SMS tak lagi mewabah, karena udah tergantikan oleh BBM atau media yang lain, bahasa gaul tercipta murni karena kreativitas penciptanya saja. Mulai dari penggunaan angka untuk menggantikan huruf, seperti angka 4 untuk menggantikan huruf a, juga karena “perjanjian tak resmi” di antara pemakainya. Hingga yang paling mutakhir adalah aliran ciyus miapah – yang sebenarnya amat membuat kuping gatel dan membuat saya pengen nabok pencetusnya

 
Leave a comment

Posted by on November 6, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , , , , ,

Trus, Gue Harus Bilang Wow gitu?

Dan, sodara-sodara sebangsa setanah air, inilah gejala bahasa ketiga yang kita bahas kali ini selain aliran ciyus miapah dan arti kepo, *drum roll please* yakni kalimat, “Trus, gue harus bilang wow gitu?” Entah mengapa kalo ngomong sederet kalimat itu ada rasa jumawa di dalam dada, berasa di atas angin dibandingkan pihak lain. Eh, bener gak sih pada ngerasa begitu? Jangan-jangan ini hanya perasaanku saja. #eh

Kalau merunut sejarah munculnya kalimat ini seperti memperdebatkan mana yang duluan telur atau ayam. Tapi, setidaknya ada dua “tersangka” biang keladi munculnya kalimat itu ke permukaan. Pertama, iklan provider selular. Si bintang iklan berkata, “Gue musti koprol sambil bilang wow gitu?” pas bintang yang lain ngobrolin kelebihan produk itu. Iklan lebay tapi kreatif dan berhasil menyita perhatian – bahkan kalimatnya aja dipakai sampai sekarang. Sepertinya saya harus menjabat tangan si pembuat script dan tim kreatif iklan itu. Salute bos!

Kedua, tersangka biang kerok kalimat itu adalah sinetron yang tayang di RCTI, mari sebut judul: Yang Masih di Bawah Umur. Jujur, saya gak suka sinetron. Tapi saya punya sumber terpercaya yang mengatakan bahwa kalimat itu berasal dari sinetron itu. Percaya sajalah, wong sumber saya ini tiap hari mantengin sinetron yang sama sekali tidak mencerdaskan bangsa. Kalo memang gejala bahasa itu benar berawal dari sinetron tersebut, saya harus bilang wow ke Mega Emmela, sang penulis skenario.

Dari sisi pilihan kata, kalimat “Trus, gue harus bilang wow gitu?” merupakan pertanyaan retoris. Pertanyaan yang jawabannya sudah terjawab. Intinya sih gue gak peduli lo mau bilang apa, gue biasa-biasa aja tuh, gak kaget (yang biasanya ditandai dengan kata “Wow!”). Selain untuk menunjukkan kondisi sok cool atau ketidakpercayaan kepada lawan bicara, juga merujuk pada posisi pecundang yang masih enggan mengakui kelebihan rivalnya. Hmm..

Trus, kalo uraian mengenai gejala bahasa ini menjadi amat serius dan panjang lebar, dan kalian membaca blog ini dengan saksama, kulo kedah sanjang wow ngoten? hehehehe.. 😉

 
Leave a comment

Posted by on November 5, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , ,

Kepo Arti Kepo

Sudah cukup lama saya penasaran dengan arti (sesungguhnya) kata “kepo”. Itu singkatan, gejala bahasa, atau bahasa ajaib yang tiba-tiba muncul dengan arti kata tertentu? Saya tahunya kepo itu artinya penasaran atau mau tau urusan orang lain. Bisa dikatakan, saya kepo dengan arti kata kepo. Pernah saya iseng bertanya ke teman-teman sekantor, mereka jawab kepo itu dari singkatan “kepergok polisi” – jadi berasa diinterogasi. Tapi, macacih itu artinya?

Akhirnya setelah melakukan riset mendalam mengenai bahasa (halah, lebay!), saya pun akhirnya tahu bahwa kata “kepo” berasal dari dua hal. Pertama, berasal dari kata “kaypoh”, bahasa Hokkien gaul yang artinya ingin tahu atau mencampuri urusan orang lain. Kedua, kepo merupakan akronim dari Knowing Everything in Particular Object. Kalau merunut bentukan kedua, bisa dibilang sejarah kata kepo mirip dengan kata bete yang berasal dari Bad Temper.

Ah, gara-gara kepo akut arti kepo kerjaan gue terbengkalai neehh.. *trus, gue harus bilang wow gitu?* Ini posting yang gak penting. #abaikan.

 
Leave a comment

Posted by on November 5, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , , , , ,

Aliran Cadelisme: Ciyus? Miapah?

Ini entah saya yang makin tua atau anak jaman sekarang makin kreatif bikin bahasa baru. Hampir tiap tahun ada tren bahasa baru. Dulu di jaman saya masih ABG bahasa gaul masih berupa lah, la yauw, atau terakhir sumpeh lo yang bertahan beberapa lama. Tapi kini, tren bahasa gaul hitungannya hanya bulan. Dan, kini ada dua aliran bahasa gaul terbaru, yakni aliran “ciyus, miapah” dan “gue harus bilang wow”.

Di tengah-tengah kesibukan bikin business plan *eh, serius ini*, saya akan menerangkan mengenai gejala bahasa aliran ciyus miapah. Bagi para penikmat blog naningisme yang berada di luar negeri atau kurang paham tren bahasa gaul terkini, saya ingin memberikan penjelasan dan sejarah singkat. Tren bahasa ciyus miapah awalnya berkembang di kalangan kaskuser lalu ke berbagai forum online lainnya. Dari forum online, bahasa ini merambah jejaring social media, seperti twitter, koprol, baru kemudian facebook.

Lalu, bisa ditebak, dari dunia maya bahasa alay ini menuju ke dunia nyata (baca: dipakai dalam bahasa pergaulan sehari-hari, meski baru di kalangan terbatas saja). Bahkan, beberapa iklan televisi pun ikutan menggunakan bahasa alay ini. Sebalnya, iklan provider telepon selular yang saya pakai pun menggunakan gejala bahasa ciyus miapah ini. Cungguh menjengkelkan!

Sebenarnya, agak sulit merumuskan aturan gejala bahasa alay termutakhir ini. Sebab, tak ada prinsip mutlak. Kalau bahasa alay sebelumnya adalah menggunakan angka untuk menggantikan huruf, sekarang lebih merujuk pada bahasa balita yang masih cadel. Huruf S akan dilafalkan menjadi C (“sungguh” menjadi “cungguh”), huruf R menjadi L atau Y (“beneran” menjadi “enelan” atau “serius” menjadi “ciyus”), atau memendekkan beberapa kata (“demi apa” menjadi “miapah”).

Kalau kita ngeh asal-usulnya (bahasa cadelisme), kita pasti bisa menebak arti sesungguhnya “bahasa planet” itu. Dan, inilah daftar arti bahasa alay paling mutakhir:

Ciyus = Serius
Miapah = Demi apa?
Cungguh = Sungguh
Maacih = Terima kasih
Macacih = Masak sih
Macama = Sama-sama
Enelan = Beneran
Cemungudh = Semangat
Unyu = Lucu
Binun = Bingung
Lahacia = Rahasia
Amaca = Ah, masa?
Macapah = Sama siapa?
Cendili = Sendiri
Kiyim = Kirim
Lefo = Lemot info
Ca oong cih = Masa bohong sih
Camplet = Kampret

Kalo ngikut anjuran bang Samsudin Berlian, seorang pemerhati makna kata, dalam rubrik bahasa Kompas, ia mengatakan dalam bahasa yang hidup, kata-kata lahir dan mati seiring dengan perkembangan dunia pemakainya. Kalau memang begitu, sepertinya saya harus bersabar dan menebalkan kuping sebentar. Saya bakal dianggap lebay kalau berani-beraninya nabok si pencipta bahasa cadelisme itu. Biarkan saja. Toh kalau sudah bosan dengan kelucuannya, bahasa cadelisme bakal menghilang dengan sendirinya. Ciyus? Miapah?

 
Leave a comment

Posted by on November 5, 2012 in Bicara Bahasa

 

Tags: , , , , ,