RSS

Monthly Archives: April 2014

Kursi Prioritas dan Gantian Duduk

Image

Hmm, sejak kasus Dinda yang memberikan komen negatif kepada ibu hamil di Path jadi makin banyak orang perhatian dengan sistem transportasi umum Indonesia. Mudah-mudahan bukan cuma yang jelek yang diekspose, masih banyak kok hal-hal baik yang bisa dirasakan masyarakat dengan adanya KRL Jabodetabek.  *sumpah, ini bukan blog berbayar*

Satu poin yang paling penting soal keistimewaan KRL adalah soal kecepatan. Ketika yang lain terkena macet berjam-jam di jalan raya, para roker (rombongan kereta) melaju kencang. Kalo naik KRL, saya cuma butuh waktu sekitar 30 menit dari rumah ke kantor, sementara kalo naik mobil bisa sampe 2,5 jam sodara-sodaraaa…

Bayangkan betapa “saktinya” para roker yang menembus kemacetan Ibukota itu. Tanpa harus memakai kancut merah di luar seperti Superman. Eh, tapi, harus diimbuhi syarat dan ketentuan berlaku. Kondisi tersebut tidak berlaku jika kereta error, entah karena peralatan sinyal kesamber petir, wessel bermasalah, gardu listrik mleduk, ada antrean kereta Jawa, dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Banyak PR yang harus diperbaiki PT KAI dan KRL Jabodetabek.

kursi prioritasBaiklah, kembali ke topik, sekarang kita bicara soal Kursi Prioritas. Dalam rangkaian perjalanan KRL Jabodetabek, Kursi Prioritas terletak di dekat sambungan gerbong (bordes). Deretan kursi itu bisa memuat sekitar enam sampai delapan orang (berhadapan), tergantung jenis kereta. Bila dilihat dari namanya, Kursi Prioritas, berarti peruntukannya hanya untuk mereka yang membutuhkan prioritas, seperti senior citizen (manula), kaum difabel, ibu dengan membawa balita, dan ibu hamil.

Deretan kursi ini memang tidak dikosongkan sejak pemberangkatan pertama. Siapa aja boleh duduk di situ. Mbak dan mas yang masih seger buger boleh kok duduk di situ. Hanya saja, Kursi Prioritas adalah “kursi panas”. Jadi bila di tengah perjalanan ada eyang yang sampun sepuh naik kereta, dan deretan kursi yang lain sudah penuh, maka mereka yang duduk di “kursi panas” itu yang bakal “diprioritaskan” untuk digusur duluan.

Namun, jika di deretan Kursi Prioritas itu sudah penuh (oleh mereka yang memang harus diprioritaskan), ya berarti penumpang yang duduk di kursi reguler harus rela untuk gantian berdiri. Soal gantian duduk (atau gantian berdiri) sebenernya adalah pelajaran mendasar di mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dulu. Soal sopan santun dan budi pekerti.

Saya masih inget bu guru yang selalu mengulang-ulang kalimat bahwa kita harus memberi tempat duduk buat orang tua dan ibu hamil. Tapi, entah kenapa sekarang jadi satu hal yang mengkhawatirkan. Seolah-olah udah langka banget mbak atau mas yang rela berdiri untuk ngasih kursinya ke mereka yang lebih membutuhkan.

kursi prioritas - difabelNggak cuma Dinda yang bete dengan bumil yang ujug-ujug minta duduk. Kapan hari sempat beredar foto mas-mas difabel justru duduk di lantai, tepat di depan Kursi Prioritas. Sementara, yang duduk di kursi panas itu adalah mas-mas ganteng yang masih seger buger. Dan, yang barusan tersebar adalah mas-mas yang tidur pulas, sementara di depannya ada ibu-ibu yang berdiri. Masih di deretan Kursi Prioritas juga.

Kalau dibilang lelah, semua pasti lelah. Nggak ada penumpang kereta (apalagi pas jam pulang kantor) yang gak lelah. Apalagi kalo ketambahkan “jackpot” kereta error. Tapi, kesadaran untuk memberikan prioritas bagi mereka yang istimewa kayaknya tetap harus deh. (Mau nambahin kalimat, “Kita kan bangsa berbudaya,” kok rasanya aneh banget ya? Berasa kita udah berubah jadi bangsa barbar yang gak berbudaya). Tak ada salahnya berbuat baik, toh nanti juga kebaikan bakal kembali ke kita. I believe in Karma.

Jujur, kadang kasian aja sama mas-mas di gerbong campur. Mereka sampe harus nyumpel kuping pake earphone dan pura-pura tidur pules dulu biar nggak perlu ngasih duduk ke penumpang perempuan yang berdiri di depannya. Tenang, mas, saya masih kuat berdiri kok hehehehe…

 

“Respect was invented to cover the empty place where love should be.”
(Leo Tolstoy)

 

 
1 Comment

Posted by on April 19, 2014 in Who's The Boss?

 

Tags: , , ,

Rebutan Kursi

Image

Seharian kemarin, di media sosial (bahkan sampai masuk TV dan website koran nasional) rame banget memberitakan sebuah akun Path yang bikin komen nggak simpatik dengan ibu hamil di KRL. Intinya sih si Dinda ini nggak seneng ada ibu hamil yang ujug-ujug minta prioritas duduk.

Sebagai roker sejati, saya memilih berada di posisi netral. Nggak pro Dinda, dan gak kontra Dinda. Apa yang dikeluhkan Dinda memang hampir selalu terjadi, setiap hari. Dengan berat hati, saya mengakui bahwa masih ada orang-orang bebal yang nggak mau kasih tempat duduk ke penumpang prioritas. Tapi, di sisi lain, saya juga menyayangkan ada juga penumpang prioritas yang jumawa dengan keprioritasannya.

Sayangnya, banyak yang langsung bereaksi keras kepada Dinda, menyerangnya. Mengapa kita tidak melihat latar belakang kenapa masalah itu bisa terjadi? Kok bisa seorang ibu hamil, yang jelas-jelas penumpang prioritas, sampai minta duduk sama orang yang duduk di depannya. Kok bisa penumpang yang duduk enggan ngasih tempat duduknya? Emang Indonesia udah berubah jadi negara barbar, apa?

Saya justru melihat akar masalah yang terjadi adalah ketidakmampuan PT KAI menyediakan sarana transportasi umum yang manusiawi dan tepat waktu. Selain masalah moral dan budi pekerti, tentu saja.

Memang, sekarang perjalanan dan rangkaian kereta makin banyak (eh, sekarang udah 10 gerbong lho, tadinya cuma 8 gerbong aja). Tapi, apakah seluruh perjalanan itu tepat waktu? Nggak usah jauh-jauh, sebulan terakhir ini aja, kereta error sering terjadi. Bayangkan, penumpang yang seharusnya naik KRL jam 5 pagi harus menanti kereta yang entah kapan datang, yang pada akhirnya harus berebutan masuk gerbong dengan penumpang yang seharusnya naik kereta jam 8 pagi.

Tiga jam penantian sia-sia di stasiun. Entah berapa rangkaian yang seharusnya lewat. FYI, dalam kondisi normal, di jam sibuk, kalo sesuai jadwal, tiap 5-10 menit sekali kereta masuk stasiun. Nah, kalo kereta error ya wassalam. Jadwal berubah semua. Saya yakin para penumpang juga punya kepentingan dan jadwal mepet (kalo telat potong gaji). Bukan saya membela Dinda, tapi dengan kondisi fisik dan psikologis yang sudah diombang-ambing perusahaan perkeretaapian negara, siapa yang nggak emosi?

Saya paham atas hak priveledge ibu hamil. Mereka harus menjaga dua nyawa dalam satu tubuh, dengan kondisi tubuh yang istimewa pula. Saya justru kasihan ketika para bumil ini berdesakan di kereta. Beberapa kawan sampai bela-belain berangkat 30-60 menit lebih awal, naik “kereta balik” (arah sebaliknya) biar bisa duduk sejak stasiun awal. Beberapa kawan lain menunda waktu pulang 30-60 menit dari jam pulang kantor biar bisa dapat kereta yang agak lega. Saya salut kepada mbak-mbak bumil yang seperti ini karena dia menyayangi diri dan bayi yang dikandungnya.

Ketika semuanya tak berjalan seperti rencana, termasuk perjalanan kereta yang selalu error itu, kita memang harus selalu berkepala dingin. Sabar. Kita harus memahami bahwa ada jutaan penumpang dengan jutaan sikap pula. Tapi, satu hal yang pasti, kita  harus bisa menempatkan diri dengan bijak. Kalau misalnya nanti kita hamil, mau nggak kita dicuekin? Dan sebaliknya. Seringkali kita abai dengan akar masalah yang terjadi karena terlalu emosi menanggapi apa yang terjadi di permukaan.

 

“Why is patience so important? Because it makes us pay attention.” (Paulo Coelho)

 

 
Leave a comment

Posted by on April 17, 2014 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , ,

Image

They Don’t Ask for Money

They Don't Ask for Money or Help...

They just hope somebody will buy from them.

 
Leave a comment

Posted by on April 16, 2014 in Random Thought

 

Tags: , ,

Image

Say Cheese to the Moon

Say Cheese to the Moon

The moon looked like melted mozzarella to my bleary and blurry vision. Was I tired, intoxicated, or in love? Or was I sober, asleep, and alone? Zzzz…

 
Leave a comment

Posted by on April 1, 2014 in Random Thought

 

Tags: ,