RSS

Tag Archives: KRL Jabodetabek

Dari Balik Jendela Aku Melihatmu…

IMG_25486288339746

I went to the place where we agreed to meet, and began to wait. You.

 
Leave a comment

Posted by on November 13, 2014 in Random Thought

 

Tags: , , , ,

Kursi Prioritas dan Gantian Duduk

Image

Hmm, sejak kasus Dinda yang memberikan komen negatif kepada ibu hamil di Path jadi makin banyak orang perhatian dengan sistem transportasi umum Indonesia. Mudah-mudahan bukan cuma yang jelek yang diekspose, masih banyak kok hal-hal baik yang bisa dirasakan masyarakat dengan adanya KRL Jabodetabek.  *sumpah, ini bukan blog berbayar*

Satu poin yang paling penting soal keistimewaan KRL adalah soal kecepatan. Ketika yang lain terkena macet berjam-jam di jalan raya, para roker (rombongan kereta) melaju kencang. Kalo naik KRL, saya cuma butuh waktu sekitar 30 menit dari rumah ke kantor, sementara kalo naik mobil bisa sampe 2,5 jam sodara-sodaraaa…

Bayangkan betapa “saktinya” para roker yang menembus kemacetan Ibukota itu. Tanpa harus memakai kancut merah di luar seperti Superman. Eh, tapi, harus diimbuhi syarat dan ketentuan berlaku. Kondisi tersebut tidak berlaku jika kereta error, entah karena peralatan sinyal kesamber petir, wessel bermasalah, gardu listrik mleduk, ada antrean kereta Jawa, dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Banyak PR yang harus diperbaiki PT KAI dan KRL Jabodetabek.

kursi prioritasBaiklah, kembali ke topik, sekarang kita bicara soal Kursi Prioritas. Dalam rangkaian perjalanan KRL Jabodetabek, Kursi Prioritas terletak di dekat sambungan gerbong (bordes). Deretan kursi itu bisa memuat sekitar enam sampai delapan orang (berhadapan), tergantung jenis kereta. Bila dilihat dari namanya, Kursi Prioritas, berarti peruntukannya hanya untuk mereka yang membutuhkan prioritas, seperti senior citizen (manula), kaum difabel, ibu dengan membawa balita, dan ibu hamil.

Deretan kursi ini memang tidak dikosongkan sejak pemberangkatan pertama. Siapa aja boleh duduk di situ. Mbak dan mas yang masih seger buger boleh kok duduk di situ. Hanya saja, Kursi Prioritas adalah “kursi panas”. Jadi bila di tengah perjalanan ada eyang yang sampun sepuh naik kereta, dan deretan kursi yang lain sudah penuh, maka mereka yang duduk di “kursi panas” itu yang bakal “diprioritaskan” untuk digusur duluan.

Namun, jika di deretan Kursi Prioritas itu sudah penuh (oleh mereka yang memang harus diprioritaskan), ya berarti penumpang yang duduk di kursi reguler harus rela untuk gantian berdiri. Soal gantian duduk (atau gantian berdiri) sebenernya adalah pelajaran mendasar di mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dulu. Soal sopan santun dan budi pekerti.

Saya masih inget bu guru yang selalu mengulang-ulang kalimat bahwa kita harus memberi tempat duduk buat orang tua dan ibu hamil. Tapi, entah kenapa sekarang jadi satu hal yang mengkhawatirkan. Seolah-olah udah langka banget mbak atau mas yang rela berdiri untuk ngasih kursinya ke mereka yang lebih membutuhkan.

kursi prioritas - difabelNggak cuma Dinda yang bete dengan bumil yang ujug-ujug minta duduk. Kapan hari sempat beredar foto mas-mas difabel justru duduk di lantai, tepat di depan Kursi Prioritas. Sementara, yang duduk di kursi panas itu adalah mas-mas ganteng yang masih seger buger. Dan, yang barusan tersebar adalah mas-mas yang tidur pulas, sementara di depannya ada ibu-ibu yang berdiri. Masih di deretan Kursi Prioritas juga.

Kalau dibilang lelah, semua pasti lelah. Nggak ada penumpang kereta (apalagi pas jam pulang kantor) yang gak lelah. Apalagi kalo ketambahkan “jackpot” kereta error. Tapi, kesadaran untuk memberikan prioritas bagi mereka yang istimewa kayaknya tetap harus deh. (Mau nambahin kalimat, “Kita kan bangsa berbudaya,” kok rasanya aneh banget ya? Berasa kita udah berubah jadi bangsa barbar yang gak berbudaya). Tak ada salahnya berbuat baik, toh nanti juga kebaikan bakal kembali ke kita. I believe in Karma.

Jujur, kadang kasian aja sama mas-mas di gerbong campur. Mereka sampe harus nyumpel kuping pake earphone dan pura-pura tidur pules dulu biar nggak perlu ngasih duduk ke penumpang perempuan yang berdiri di depannya. Tenang, mas, saya masih kuat berdiri kok hehehehe…

 

“Respect was invented to cover the empty place where love should be.”
(Leo Tolstoy)

 

 
1 Comment

Posted by on April 19, 2014 in Who's The Boss?

 

Tags: , , ,

Rebutan Kursi

Image

Seharian kemarin, di media sosial (bahkan sampai masuk TV dan website koran nasional) rame banget memberitakan sebuah akun Path yang bikin komen nggak simpatik dengan ibu hamil di KRL. Intinya sih si Dinda ini nggak seneng ada ibu hamil yang ujug-ujug minta prioritas duduk.

Sebagai roker sejati, saya memilih berada di posisi netral. Nggak pro Dinda, dan gak kontra Dinda. Apa yang dikeluhkan Dinda memang hampir selalu terjadi, setiap hari. Dengan berat hati, saya mengakui bahwa masih ada orang-orang bebal yang nggak mau kasih tempat duduk ke penumpang prioritas. Tapi, di sisi lain, saya juga menyayangkan ada juga penumpang prioritas yang jumawa dengan keprioritasannya.

Sayangnya, banyak yang langsung bereaksi keras kepada Dinda, menyerangnya. Mengapa kita tidak melihat latar belakang kenapa masalah itu bisa terjadi? Kok bisa seorang ibu hamil, yang jelas-jelas penumpang prioritas, sampai minta duduk sama orang yang duduk di depannya. Kok bisa penumpang yang duduk enggan ngasih tempat duduknya? Emang Indonesia udah berubah jadi negara barbar, apa?

Saya justru melihat akar masalah yang terjadi adalah ketidakmampuan PT KAI menyediakan sarana transportasi umum yang manusiawi dan tepat waktu. Selain masalah moral dan budi pekerti, tentu saja.

Memang, sekarang perjalanan dan rangkaian kereta makin banyak (eh, sekarang udah 10 gerbong lho, tadinya cuma 8 gerbong aja). Tapi, apakah seluruh perjalanan itu tepat waktu? Nggak usah jauh-jauh, sebulan terakhir ini aja, kereta error sering terjadi. Bayangkan, penumpang yang seharusnya naik KRL jam 5 pagi harus menanti kereta yang entah kapan datang, yang pada akhirnya harus berebutan masuk gerbong dengan penumpang yang seharusnya naik kereta jam 8 pagi.

Tiga jam penantian sia-sia di stasiun. Entah berapa rangkaian yang seharusnya lewat. FYI, dalam kondisi normal, di jam sibuk, kalo sesuai jadwal, tiap 5-10 menit sekali kereta masuk stasiun. Nah, kalo kereta error ya wassalam. Jadwal berubah semua. Saya yakin para penumpang juga punya kepentingan dan jadwal mepet (kalo telat potong gaji). Bukan saya membela Dinda, tapi dengan kondisi fisik dan psikologis yang sudah diombang-ambing perusahaan perkeretaapian negara, siapa yang nggak emosi?

Saya paham atas hak priveledge ibu hamil. Mereka harus menjaga dua nyawa dalam satu tubuh, dengan kondisi tubuh yang istimewa pula. Saya justru kasihan ketika para bumil ini berdesakan di kereta. Beberapa kawan sampai bela-belain berangkat 30-60 menit lebih awal, naik “kereta balik” (arah sebaliknya) biar bisa duduk sejak stasiun awal. Beberapa kawan lain menunda waktu pulang 30-60 menit dari jam pulang kantor biar bisa dapat kereta yang agak lega. Saya salut kepada mbak-mbak bumil yang seperti ini karena dia menyayangi diri dan bayi yang dikandungnya.

Ketika semuanya tak berjalan seperti rencana, termasuk perjalanan kereta yang selalu error itu, kita memang harus selalu berkepala dingin. Sabar. Kita harus memahami bahwa ada jutaan penumpang dengan jutaan sikap pula. Tapi, satu hal yang pasti, kita  harus bisa menempatkan diri dengan bijak. Kalau misalnya nanti kita hamil, mau nggak kita dicuekin? Dan sebaliknya. Seringkali kita abai dengan akar masalah yang terjadi karena terlalu emosi menanggapi apa yang terjadi di permukaan.

 

“Why is patience so important? Because it makes us pay attention.” (Paulo Coelho)

 

 
Leave a comment

Posted by on April 17, 2014 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , ,

Image

Pizza Ads on Train

Pizza Ads on Train

Bagaimana nasib dietmu jika kau berada di kereta yang penuh dengan iklan menarik seperti ini? Well, diet is starting tomorrow..

 
6 Comments

Posted by on February 19, 2014 in Pariwara dan Para Pewarta

 

Tags: , ,

Cek Posisi KRL dari Ponsel

Image

Ini adalah aplikasi yang sudah dinanti-nanti para roker (rombongan kereta), yakni fasilitas mengecek posisi KRL Jabodetabek via gadget. Layanan ini bisa diakses melalui ponsel (mau android atau blackberry apa aja boleh, yang penting bisa akses internet), tablet, maupun laptop/PC. Beberapa stasiun sudah menampilkan aplikasi ini di layar TV plasma yang tersebar di loket maupun peron. Mantab!

Sebenernya, PT KAI Commuter Jabodetabek udah memperkenalkan aplikasi ini sejak setahun silam, tepatnya mulai 26 Februari 2013. Tapi, ya begitulah.. Masih belum banyak yang ngeh. Selama ini kita masih mengandalkan metode “Cangkem” alias nanya langsung ke petugas loket atau security yang rajin banget mondar-mandir di peron stasiun.

Karena berbasis online, berarti Anda harus mengakses via http://infoka.krl.co.id/to/kode_stasiun. Kode stasiun ini adalah stasiun tempat kita berada (nunggu kereta). Misalnya Anda nunggu di stasiun Cikini maka kodenya “CKI”, kalau stasiun Manggarai kodenya “MRI”. Sabar deh, ntar saya kasih list kode stasiun di bagian bawah tulisan ini.

Dari tampilan di layar ponsel, nanti ketahuan kereta masih berada di stasiun mana. Kalau di CKI berarti cuma akan ada tiga warna yang menunjukkan tiga opsinya kereta, yakni kereta yang menuju stasiun Kota, menuju Bogor/Depok, atau menuju Bekasi. Tapi, kalau pas di MRI, bakal ada lebih banyak kode warna yang menunjukkan opsi tujuan – mengingat Manggarai adalah stasiun persimpangan (tempat penumpang oper kereta).

Buat yang masih bingung, kode “ber” itu artinya berangkat. Kalau “di” berarti itu kereta lagi mandeg di stasiun yang namanya tersebut di layar. Dan, sabar aja kalo sistemnya masih belum sempurna. Misalnya kereta dibilang masih di Gambir, tapi tiba-tiba gak lama kemudian udah nongol di Cikini (lompat satu stasiun).

Karena real time, maka tampilannya bakal berubah-ubah sesuai waktu ngekliknya. Dan yang muncul memang posisi kereta terdekat aja. Tapi, lumayan lah.. jadi Anda bisa punya waktu buat beli beli makan dulu di Sevel atau Indomart hehehe..

Soalnya, dengan aturan baru, di peron gak ada lagi orang tukang jualan. Kalo udah “kejebak offside” di dalam stasiun dalam kondisi laper, tapi posisi kereta masih jauh (atau malah belum tersedia di stasiun pemberangkatan), beuuhh.. njengkelin banget!

Sesuai janji, nih daftar kode stasiunnya. Monggo disimak:

# Jakarta Kota JAK
# Jayakarta JYK
# Mangga Besar MGB
# Sawah Besar SW
# Juanda JUA
# Gambir GMR
# Gondangdia GDD
# Cikini CKI
# Manggarai MRI
# Tebet TEB
# Cawang CW
# Duren Kalibata DRN
# Pasar Minggu Baru PSMB
# Pasar Minggu PSM
# Tanjung Barat TNT
# Lenteng Agung LNA
# Universitas Pancasila UP
# Universitas Indonesia UI
# Pondok Cina POC
# Depok Baru DPB
# Depok DP
# Citayam CTA
# Bojonggede BJD
# Cilebut CLT
# Bogor BOO
# Bekasi BKS
# Kranji KRI
# Cakung CUK
# Klender Baru KLDB
# Buaran BUA
# Klender KLD
# Jatinegara JNG
# Pondok Jati POK
# Kramat KMT
# Gangsentiong GST
# Pasar Senen PSE
# Kemayoran KMO
# Rajawali RJW
# Kampung Bandan KPB
# Ancol AC
# Tanjung Priok TPK
# Tangerang TNG
# Batu Ceper BPR
# Poris PI
# Kalideres KDS
# Rawa Buaya RW
# Bojong Indah BOI
# Pesing PSG
# Duri DU
# Tanahabang THB
# Angke AK
# Karet KRT
# Sudirman SUD
# Serpong SRP
# Rawabuntu RU
# Sudimara SDM
# Jurangmangu JRU
# Pondok Ranji PDJ
# Kebayoran KBY
# Palmerah PLM

 
Leave a comment

Posted by on February 16, 2014 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , , ,

Panduan Naik KRL Jabodetabek buat Pemula

Image

Kapan hari, saya janjian dengan Danti, sepupu saya, untuk berkunjung ke rumah saudara di Bintaro. Kami sengaja naik KRL Jabodetabek sampai stasiun Jurang Mangu lalu melanjutkan perjalanan dengan ojek. Tapi, karena satu dan lain hal, kami menaiki kereta dengan jadwal terpaut jauh. “Ntar kita ketemuan di rumah tante saja ya,” kata dia. Okesip. Nggak masalah.

Begitu bertemu di rumah tante, dia ngomel-ngomel nggak karuan, “KAI bener-bener menyusahkan penumpang. Masak penumpang yang turun di stasiun Tanah Abang mau oper ke kereta lain beli tiketnya harus muter jauh? Naik turun tangga bisa lima menit sendiri. Udah gitu antreannya panjang pula.. bla bla bla..” Saya dengerin aja dengan senyum-senyum geje. Ada newbie, penumpang baru hehehe..

Setelah dia puas ngomel-ngomel, saya tanya. “Emang tadi naik dari Cawang bilang turun mana?” Danti, sepupu saya jawab, “Turun Tanah Abang. Kan kalo dari Cawang mau ke Jurang Mangu harus oper kereta di stasiun Tanah Abang”. Another big grin 😀

Baiklah, ini kesalahan yang sering dilakukan penumpang pemula. Di sistem rute dan tiket KRL Jabodetabek yang baru, penumpang cukup menyebutkan stasiun tujuan. Nggak perlu tujuan akhir kereta atau stasiun oper (untuk beli tiket lagi ke perjalanan selanjutnya). Mengapa? Karena ini berkaitan dengan harga tiket yang harus Anda bayar. Kalau mau peta rute KRL Jabodetabek, bisa baca artikel Jalur Warna-Warni Rute KRL Jabodetabek (monggo, bisa langsung diklik link-nya).

multi tripMisalnya, Anda dari stasiun Citayam ingin ke Cikini, sebutkan saja stasiun Cikini bukan stasiun Kota. Atau Anda dari stasiun Cawang ingin ke Jurang Mangu, sebutkan saja stasiun Jurang Mangu, bukan Serpong atau Tanah Abang (karena Anda berpikir harus beli tiket untuk naik kereta Serpong, seperti Danti).

Kalau Anda hanya sesekali menggunakan jasa KRL Jabodetabek, Anda bisa beli tiket SINGLE TRIP (Tiket Harian Berjaminan) yang warnanya putih. Harga tiket tergantung pada jarak tempuh. Untuk LIMA STASIUN PERTAMA, Anda bayar Rp2.000 dan tiap TIGA STASIUN BERIKUTNYA dihargai Rp500.

Kalau jarak tempuh Anda cuma tiga stasiun, Anda cukup bayar Rp2.000. Kalau tujuh stasiun Rp2.500. Kalau 10 stasiun Rp3.000. Dan seterusnya. Tapi, ingat, Anda harus bayar UANG JAMINAN TIKET Rp5.000. Jadi, ongkos yang harus Anda bayar tadi harus ditambah Rp5.000. Tapi, uang Rp5.000 ini bisa Anda dapatkan kembali kalau ada mengembalikan tiket di stasiun tujuan. Perhitungan pembayaran tiket bisa dibaca selengkapnya di artikel saya sebelumnya yang berjudul Sistem Tarif Progresif: Tiap Tiga Stasiun Rp500.

ImageKenapa ada uang jaminan tiket? Ini karena PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mumet ama polah orang Indonesia yang belum terbiasa dengan tiket keren yang bentuknya mirip kartu ATM. Dulu, waktu awal penggunaan e-tiket, banyak penumpang yang bawa pulang itu kartu — nggak dibalikin ke loket. Dulu, tiket Single Trip desainnya lebih cantik. Ada foto kereta segala, bukan putih polos aja. Saya rasa, ini imbas kebiasaan lama penumpang yang nggak ngasih tiket kertas ke penjaga  pintu keluar (dulu belum ada gate canggih). Akhirnya, PT KCJ bikin aturan uang jaminan itu. Kalo lo mau duit lo balik, balikin kartu tiket gw.

Refund tiket putih ini berlaku TUJUH hari. Jadi, misalnya di stasiun tujuan Anda pengen balik lagi ke stasiun awal (balik ke rumah), nggak perlu Anda refund di loket stasiun tujuan. Nanti, Anda bisa top up (isi ulang) tiket untuk kembali pulang.

Tapi, kalo Anda ogah repot atau antre buat beli, isi ulang, atau refund tiket, Anda bisa beli tiket MULTI TRIP (dulu disebut COMMET). Beli Rp50.000 nggak ada masa hangus dan bisa diisi ulang. Top up tiket Multi Trip mulai Rp10.000 sampai Rp1 juta, dengan kelipatan Rp10.000. Saldo minimal Multi Trip untuk bisa dipakai adalah Rp7.000.

layar petunjukNah, kalau tiket udah di tangan, Anda masuk peron harus tapping itu tiket ke mesin gateway. Kalau Anda pernah naik MRT di Singapura, seperti itulah.. Kalau belum pernah, berarti selamat Anda menikmati teknologi terbaru PT KAI/KCJ.

Setelah di peron, pasang telinga baik-baik, soalnya di beberapa stasiun dilewati kereta dengan tujuan berbeda-beda. Apalagi kalau Anda berada di stasiun persimpangan (tempat oper), seperti Manggarai atau Tanah Abang. Anda harus tahu kereta yang harus Anda naiki ada di peron berapa.

Di beberapa stasiun, sudah ada layar televisi plasma yang menunjukkan kereta tertentu ada di peron berapa dan lokasi kereta Anda (masih di stasiun mana dan berapa menit lagi sampai di stasiun tempat Anda menunggu). Canggih! Sayangnya, layanan ini belum ada di semua stasiun. Ke depan, bakal ada di seluruh stasiun di Jabodetabek.

ImageKRL Jabodetabek memiliki delapan rangkaian gerbong. Gerbong pertama dan terakhir, khusus untuk perempuan. Bahkan untuk kaum transgender pun dilarang naik gerbong perempuan. Jangan salah naik kalo nggak pengen dipelototin penumpang dan diusir ama security yang selalu ada di tiap gerbong.

Di tiap gerbong, ada yang namanya Tempat Duduk Prioritas. Letaknya di dekat sambungan gerbong. Jadi kalo Anda ibu hamil, bawa anak kecil, difabel, atau lansia, Anda berhak duduk di situ. Dan, buat mereka yang nggak hamil, gak bawa anak kecil, seger buger, dan belum peyot, jangan duduk di kursi prioritas kalo gak pengen digusur.

Oya, pastikan Anda nggak melebihi stasiun tujuan yang Anda sebutkan (paling tidak sesuai rumus 5 stasiun awal + kelipatan 3 stasiun berikutnya). Beberapa kereta sudah ada speaker yang memperdengarkan suara masinis atau “mbak robot rekaman” yang ngasih tau stasiun berikutnya. Tapi, kalo gak ada, Anda harus rajin liat papan stasiun.

Sebab, kalau Anda turun kebablasan bakal didenda. Untuk menyiasatinya, gak perlu panik. Anda tinggal pindah peron, naik kereta balik yang menuju stasiun tempat Anda seharusnya turun. Daripada didenda mending repot dikit kan?

tapping pintu keluarSekali lagi, biar Anda nggak “senasib” dengan Danti – yang harus memutar keluar stasiun Tanah Abang untuk beli tiket baru – Anda harus mengerti stasiun tujuan. Selama masih di stasiun persimpangan, dan Anda sudah pegang tiket sampai stasiun tujuan, Anda tinggal pindah peron. As simple as that.

Kalau udah sampai stasiun tujan, Anda tinggal tapping di gateway keluar dan refund tiket Single Trip di loket. Enjoy!

 
190 Comments

Posted by on February 16, 2014 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , , , , , , , ,

Asik-asik KRL Jabodetabek Beroperasi 22 Jam Sehari

KRL malam

Saya masih ingat pernah buru-buru naik ojek dari Plasa Semanggi untuk mengejar kereta tujuan Bogor keberangkatan terakhir dari stasiun Cawang pukul 23.05. Pokoke kebut baaangg!!

Akhirnya, dengan nafas tersengal-sengal, karena menuruni tangga stasiun yang memiliki puluhan anak itu, akhirnya saya bisa naik kereta AC di gerbong perempuan. Herannya, di kereta terakhir itu saya masih juga gak dapet kursi empuk. Maka ndelosorlah saya di lantai kereta yang bersih dan wangi itu. What a life. Udah hampir tengah malam tetep aja gak dapet duduk di kereta.

Kejadian buru-buru mengejar kereta mungkin tak akan terulang lagi. Sebab, PT KAI telah memperpanjang jam operasional KRL Jabodetabek sejak 1 April 2013.Total jam operasional kereta menjadi 22 jam, dari sebelumnya sekitar 20 jam per hari. Jam keberangkatan terakhir berbeda-beda untuk tiap stasiun tujuan.

Jadwal Kereta Terakhir:

  1. KRL tujuan Bogor keberangkatan terakhir dari Stasiun Jakarta Kota pukul 00.25.
  2. KRL tujuan Bekasi keberangkatan terakhir dari Stasiun Jakarta Kota pukul 22.25.
  3. KRL tujuan Serpong keberangkatan terakhir dari Stasiun Tanah Abang pukul 23.30.
  4. KRL tujuan Tangerang keberangkatan terakhir dari Stasiun Duri pukul 21.35.

Jadwal Kereta Pertama:

  1. KRL tujuan Jakarta Kota keberangkatan pertama dari Stasiun Bogor pukul 04.00.
  2. KRL tujuan Jatinegara keberangkatan pertama dari Stasiun Bogor pukul 04.37.
  3. KRL tujuan Jakarta Kota keberangkatan pertama dari Stasiun Bekasi pukul 05.27.
  4. KRL tujuan Duri keberangkatan pertama dari Stasiun Tangerang pukul 5.40.

Bagi penikmat blog naningisme yang ingin jadwal keberangkatan KRL Jabodetabek (update 1 April 2013) bisa langsung ke TKP. Nanti bisa langsung mengunduh di situs resmi KRL Jabodetabek atau klik link yang udah saya sediakan.

Sebenernya kita mah sebagai penumpang pasrah aja, mau dikasih jadwal tambahan baru ya seneng-seneng aja. Tapi harapan para roker (rombongan kereta) sederhana aja: AC di gerbong berfungsi. Superkonyol kalau manajemen KAI lupa mengubah settingan heater ke AC pas beli gerbong bekas dari Jepang.

Selain itu, kita pengen satu gerbong dengan manusia –bukan dengan keranjang buah dan sayur, kandang ayam, atau karung isi sandal dan baju hasil kulakan dari pasar. As simple as that. Ini juga PR buat manajemen KAI buat mikirin kenyamanan penumpang, dengan segala kebutuhannya.

 
Leave a comment

Posted by on April 16, 2013 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , ,

Sistem Tarif Progresif: Tiap Tiga Stasiun Rp500*

loket stasiun

Setelah di tulisan sebelumnya saya menulis pihak KAI menganggap seluruh penumpang sama kaya di depan loket – dengan (berencana) menghapus keberadaan KRL Ekonomi, di tulisan ini saya menulis mengenai PT KAI yang mempunyai terobosan luar biasa cerdas: Sistem Tarif Progresif.

Sebenarnya apa sih sistem tarif progresif itu? Kalau dijelaskan secara sederhana, sistem tarif progresif berarti makin jauh jarak yang ditempuh penumpang, mereka harus bayar ongkos lebih mahal.

Sistem tarif progresif di dunia perkeretaapian bukan barang baru. Kalau penikmat blog naningisme pernah jalan-jalan menikmati MRT atau subway atau kereta bawah tanah di Singapore, Kuala Lumpur, Hongkong, atau negara di Eropa sana, pasti bisa membayangkan.

Kalau versi PT KAI, begini perhitungannya: untuk 5 stasiun pertama dari stasiun keberangkatan, penumpang dikenai tarif Rp3.000. Selanjutnya, setiap 3 stasiun, penumpang. Misalnya begini, dari stasiun awal ke stasiun akhir, penumpang melewati 8 stasiun, berarti dia harus bayar Rp4.000 (5 stasiun awal bayar Rp3.000 + 3 stasiun selanjutnya Rp1.000).

Sistem tarif progresif ini rencananya bakal dimulai Juni 2013, menggantikan sistem single tarif Rp8.000-Rp9.000 (jauh-dekat) yang berlaku selama ini.

Peta Rute KRL Jabodetabek

Apakah sistem tarif progresif ini ada kemungkinan lebih mahal dari single tarif? Yup. Perjalanan dari Bogor ke Kota melewati 24 stasiun. Kalau menggunakan sistem tarif progresif penumpang harus bayar Rp10.000, lebih mahal Rp1.000 dari sebelumnya Rp9.000.

Perhitungannya begini 5 stasiun pertama penumpang dikenai Rp3.000. Adapun 19 stasiun selanjutnya (19 : 3 = 6,3 dibulatkan jadi 7) penumpang bayar Rp7.000. Total yang harus dibayarkan penumpang yang melewati 24 stasiun Rp10.000. Asal tahu saja Bogor-Jakarta merupakan rute terjauh yang dimiliki KRL Jabodetabek.

Untuk membeli tiket di loket, penumpang cukup menyebutkan stasiun tujuan. Ingat di Indonesia (baca: Jabodetabek) pembelian tiket masih sistem “cangkem” alias ngomong ke petugas tiket. Setelah itu, petugas akan memasukkan data stasiun keberangkatan dan tujuan di tiket elektronik (bukan tiket kertas atau tiket sobek). Beda dengan di luar negeri yang tinggal tekan stasiun tujuan, masukin duit, dan nanti mesin akan mengeluarkan tiket.

Adanya sistem ini berarti penumpang hanya bisa turun di stasiun tujuan (atau sebelumnya). kalau kebablasan atau tidak sesuai dengan yang tertulis di smart card (itu julukan yang dikasih PT KAI ya, bukan saya yang ngarang), penumpang tidak akan bisa keluar peron stasiun. Karena gate/pintu tidak akan terbuka.

Kemungkinan besar, smart card ini adalah versi terbaru dari Commet. Selain single trip, smart card juga untuk multi trip yang bisa diisi ulang (dan yang penting gak ada expired-nya hehehehe..).

Di atas kertas sih sistem ini bakal bagus. Yak, mari kita liat pas program ini dijalankan yaaa.. Benernya udah gak sabar menantikan stasiun kereta Jabodetabek kayak stasiun di luar negeri itu. Selama ini yang udah keren dan mirip stasiun di luar negeri cuma Stasiun Sudirman aja sih..

*) CATATAN DAN REVISI: Biar nggak pada salah menghitung ongkos kereta, per 1 Juli 2013, PT KRL Commuter Line Jabodetabek (KCJ) menerapkan tarif progresif yang sudah mendapatkan subsidi pemerintah. Dengan demikian, untuk LIMA STASIUN PERTAMA penumpang cukup membayar Rp2.000 dan TIAP TIGA STASIUN berikutnya dihitung Rp500. Aturan perhitungan seperti yang ada di atas (tulisan dipublikasikan 15 April 2013). Tapi, pengguna harus bayar Uang Jaminan Tiket Rp5.000 yang bisa di-refund di stasiun tujuan. Misalnya, Anda hanya naik kereta dari Tebet ke Cikini, yang berarti hanya berselang dua stasiun, Anda harus bayar Rp2.000 + Rp5.000 = Rp7.000. Nantinya, di stasiun Cikini, Anda kasih tuh tiket warna putih ke loket untung mendapatkan duit Rp5.000. Thanks.

 
13 Comments

Posted by on April 15, 2013 in Wheels on the Road

 

Tags: , , , , ,

Penghapusan KRL Ekonomi: Semua Penumpang Dianggap Sama Kaya

ImageDi atas kertas, menghapus KRL Ekonomi berarti mencongkel benalu dari tubuh perusahaan. Menurut manajemen KAI, suku cadang KRL Ekonomi harganya mahal karena sudah tidak tersedia lagi di pasar. Maklum, kereta yang dimiliki Kementerian Perhubungan ini sudah uzur.

Karena faktor uzur inilah KRL Ekonomi keseringan mogok sehingga makin merugikan perusahaan. Sepanjang 2012, kereta odong-odong itu tercatat telah mengalami 1.226 kasus mogok di tengah jalan, yang artinya kereta harus menghentikan operasional perjalanan.

Manajemen KAI beranggapan kondisi kereta sudah tidak layak, baik dari sisi kenyamanan maupun keamanan. Dirut PT KAI Ignatius Jonan meminta masyarakat melihat sendiri kondisi KRL Ekonomi yang tidak ada pintu, kadang tanpa kaca jendela, tidak ada AC (kipas angin kadang hanya jadi pajangan di langit-langit kereta), dan penumpang meluber hingga atap. Jadi, harus diganti dengan kereta yang lebih layak dan memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan Kementerian Perhubungan.

Kalau melihat data dan fakta di atas kertas, tampaknya manajemen KAI pengertian sekali. Tapi, tunggu dulu, kita harus melihat kondisi riil di lapangan…

Menghapus keberadaan KRL Ekonomi dan mengganti semuanya dengan KRL Commuter Line (KRL AC) bisa diartikan manajemen KAI menganggap semua penumpang memiliki daya beli yang sama. Semua penumpang dianggap kaya di depan loket.

Tidak adanya KRL Ekonomi berarti memaksa penumpang eks kereta ekonomi mengeluarkan duit lebih demi selembar tiket yang membawanya ke tempat tujuan. Kereta AC tidak mendapatkan subsidi.

Asal tahu saja, tarif KRL Ekonomi “paling mahal” hanya Rp2.000 untuk rute Bogor-Jakarta, dan sebaliknya. Sementara tarif KRL AC “paling mahal” mencapai Rp9.000 untuk rute perjalanan yang sama.

Bagi mereka yang tak pernah merasakan susahnya hidup di Jakarta, apalah arti Rp7.000? Tapi, bagi mereka yang kekurangan, penambahan ongkos sekali jalan hampir lima kali lipat itu akan menggerus hampir seperempat UMR yang mereka peroleh. Sebab komponen biaya transportasi tidak hanya untuk membeli tiket kereta, tapi juga ojek atau angkot – entah itu perjalanan dari rumah ke stasiun atau stasiun ke tempat kerja, dan sebaliknya.

Saya masih ingat wajah tukang buah yang ketinggalan kereta terakhir menuju Bogor, malam itu. Ia menunjukkan ekspresi mau nangis di depan loket. Si bapak yang memanggul keranjang superbesar itu kelihatan kelimpungan memeriksa saku celana dan kresek hitam yang dibawanya. Ia mencari tambahan Rp3.000 demi menggenapi Rp9.000 agar ia bisa menaiki kereta terakhir, yang kebetulan AC itu. Miris.

Keberadaan para atapers (orang-orang yang duduk di atas) atau gandolers (orang-orang yang nggandol di pintu kereta) yang menantang maut bukan untuk sok-sokan. Mereka melakukan itu karena tak ada ruang lagi di dalam gerbong.

Para penumpang KRL Ekonomi rela menggadai keamanan dan kenyamanan karena kondisi keuangan yang tak memungkinkan. Yang penting sampai tujuan. Masalah selamat, itu urusan nanti. Wong cuma mbayar Rp2.000.

Daripada mengambil “langkah mudah dan indah di atas kertas” dengan menghapus keberadaan KRL Ekonomi, menurut saya akan lebih bijaksana kalau manajemen KAI memberikan opsi transportasi sesuai kemampuan penumpang. Segmentasi.

Bagi mereka yang tak mampu membeli tiket KRL AC, sediakan saja kereta murah meriah asalkan tetap aman dan nyaman. Modelnya seperti apa? Ya, manajemen KAI yang harus mikir. Mereka digaji untuk memikirkan sistem transportasi masal bukan?

Adalah hak setiap penumpang untuk mendapatkan fasilitas keamanan dan kenyamanan transportasi. Tapi ada hak juga bagi penumpang tidak mampu untuk mendapatkan subsidi yang selama ini berbentuk KRL Ekonomi. Toh itu adalah Public Service Obligation (PSO) dari perusahaan perkeretaapian negara.

 
Leave a comment

Posted by on April 8, 2013 in Wheels on the Road

 

Tags: , , ,

Image

Cerita Mimpi, Bangku Oranye, dan Sandal Japit

Cerita Mimpi, Bangku Oranye, dan Sandal Japit

“I’ve dreamed a lot. I’m tired now from dreaming but not tired of dreaming. No one tires of dreaming, because to dream is to forget, and forgetting does not weigh on us, it is a dreamless sleep throughout which we remain awake. In dreams I have achieved everything.” (Fernando Pessoa, The Book of Disquiet)

 
Leave a comment

Posted by on April 8, 2013 in Wheels on the Road

 

Tags: , ,